Sunday 3 July 2016

KISAH SURAT JAMINAN MASUK SYURGA


Hasan mempunyai tetangga yang bernama Simeon, seorang penyembah api. Suatu hari Simeon jatuh sakit dan ajalnya hampir tiba. Sahabat-sahabat meminta agar Hasan sudi mengunjunginya. Akhirnya Hasan pun pergi mendapatkan Simeon yang terbaring di atas tempat tidur dan badannya telah kelam kerana api dan asap.

"Takutlah kepada Allah", Hasan menasehatkan, "Engkau telah menyia-nyiakan seluruh usiamu di tengah-tengah api dan asap".
"Ada tiga hal yang telah mencegahku untuk menjadi seorang Muslim", jawab Simeon penyembah api. "Yang pertama adalah kenyataan bahwa walaupun kalian membenci keduniawian, tapi siang dan malam kalian mengejar harta kekayaan. Yang kedua, kalian mengatakan bahwa mati adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi, namun kalian tidak bersiap-siap untuk menghadapinya. Yang ketiga, kalian mengatakan bahwa Allah akan dapat dilihat, namun hingga saat ini kalian melakukan segala sesuatu yang tidak diridhai-Nya".
"Inilah ucapan dari manusia-manusia yang sungguh-sungguh mengetahui", jawab Hasan. "Jika orang-orang Muslim berbuat seperti yang engkau katakan, apa pulakah yang hendak engkau katakan? Mereka mengakui keesaan Allah sedangkan engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, dan aku tak pernah berbuat seperti itu. Jika kita sama-sama terseret ke dalam neraka, api neraka akan membakar dirimu dan diriku, tetapi jika diizinkan Allah. Api tidak akan berani menghanguskan sehelai rambut pun pada tubuhku. Hal ini adalah karena api diciptakan Allah dan segala ciptaan-Nya tunduk kepada perintah-Nya. Walaupun engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, marilah kita bersama-sama menaruh tangan kita ke dalam api agar engkau dapat menyaksikan sendiri betapa api itu sesungguhnya tak berdaya dan betapa Allah itu Maha Kuasa".
Setelah berkata demikian Hasan memasukkan tangannya ke dalam api. Namun sedikit pun ia tidak cedera atau terbakar. Menyaksikan hal ini Simeon terheran-heran. Fajar pengetahuan terlihat olehnya.
"Selama tujuh puluh tahun aku telah menyembah api" mengeluh Simeon, "kini hanya dengan satu atau dua helaan nafas saja yang tersisa, apakah yang harus kulakukan?"
"Jadilah seorang Muslim", jawab Hasan.
"Jika engkau memberiku sebuah jaminan tertulis bahwa Allah tidak akan menghukum diriku", kata Simeon, "barulah aku menjadi Muslim. Tanpa jaminan itu aku tidak sudi memeluk agama Islam".
Hasan segera membuat sebuah surat jaminan.
"Kini susullah orang-orang yang jujur di kota Bashrah untuk memberikan kesaksian mereka di atas surat jaminan tersebut. Simeon mencucurkan air mata dan menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim. Kepada Hasan ia sampaikan wasiatnya yang terakhir, "Setelah aku mati, mandikanlah aku dengan tanganmu sendiri, kuburkanlah aku dan selipkan surat jaminan ini di tanganku. Surat ini akan menjadi bukti bahwa aku adalah seorang Muslim".
Setelah berwasiat demikian ia mengucap dua kalimah syahadat dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Mereka memandikan mayat Simeon, menshalatkannya dan menguburkannya dengan sebuah surat jaminan di tangannya. Malam harinya Hasan pergi tidur sambil merenungi apa yang telah dilakukannya itu. "Bagaimana aku dapat menolong seseorang yang sedang tenggelam sedang aku sendiri dalam keadaan yang serupa. Aku sendiri tidak dapat menentukan nasibku, tetapi mengapa aku berani memastikan apa yang akan dilakukan oleh Allah?"
Dengan pikiran-pikiran seperti inilah Hasan terlena. la bermimpi bertemu dengan Simeon, wajah Simeon cerah dan bercahaya seperti sebuah pelita, di kepalanya terlihat sebuah mahkota. Ia mengenakan sebuah jubah yang indah dan sedang berjalan jalan di taman surgawi.
"Bagaimana keadaanmu Simeon ?" tanya Hasan kepadanya.
"Mengapakah engkau bertanya padahal kau menyaksikan sendiri ?" jawab Simeon. "Allah Yang Maha Besar dengan segala kemurahan-Nya telah menghampirkan diriku kepada-Nya dan telah memperlihatkan wajah-Nya kepadaku. Karunia yang dilimpahkanNya kepadaku melebihi segala kata-kata. Engkau telah memberiku sebuah surat jaminan, terimalah kembali surat jaminan ini kerana aku tidak memerlukannya lagi".
Ketika Hasan terbangun ia mendapatkan surat jaminan itu telah berada di tangannya. "Ya Allah", Hasan berseru, "aku menyadari bahwa segala sesuatu yang Engkau lakukan adalah tanpa sebab kecuali karena kemurahan-Mu semata. Siapakah yang akan tersesat di pintu-Mu? Engkau telah mengizinkan seseorang yang telah menyembah api tujuh puluh tahun lamanya untuk menghampiri-Mu, semata-mata kerana sebuah ucapan. Betapakah Engkau akan menolak seseorang yang telah beriman selama tujuh puluh tahun ?".

Sumber : Kitab Tazkiratul Aulia karangan Fariduddin Al Attar

NABI SULAIMAN, SEMUT DAN REZEKI CACING BUTA


Pada suatu hari Nabi Sulaiman A.s. duduk di pinggir danau. Sejurus kemudian, ia melihat seekor semut membawa sebiji gandum. Nabi Sulaiman a.s. terus memperhatikan semut itu, yang tengah menuju ke tepi danau.
Tiba-tiba ada seekor katak yang keluar dari dalam air seraya membuka mulutnya. Entah bagaimana prosesnya, semut itu kemudian masuk ke dalam mulut katak. Kemudian, katak itu pun menyelam ke dasar danau dalam waktu yang cukup lama.

Sementara Nabi Sulaiman a.s. memikirkan peristiwa barusan, katak tersebut keluar dari dalam air dan membuka mulutnya. Lalu semut itu keluar, sementara sebiji gandum yang dibawanya sudah tidak ada lagi bersamanya.
Nabi Sulaiman a.s. memanggil semut itu dan menanyakan kepadanya tentang apa yang dilakukan barusan, ”Wahai semut, apa yang kamu lakukan selama berada di mulut katak?”

”Wahai Nabiyullah, sesungguhnya di dalam danau ini terdapat sebuah batu yang cekung berongga, dan di dalam cekungan batu itu terdapat seekor cacing yang buta,” jawab semut.

“Cacing tersebut tidak kuasa keluar dari cekungan batu itu untuk mencari penghidupannya.Dan sesungguhnya Allah telah mempercayakan kepadaku urusan rezekinya,” lanjut semut.

”Oleh karena itu, aku membawakan rezekinya, dan Allah swt. telah menguasakan kepadaku sehingga katak ini membawaku kepadanya. Maka air ini tidaklah membahayakan bagiku. Sesampai di batu itu, katak ini meletakkan mulutnya di rongga batu itu, lalu aku pun dapat masuk ke dalamnya,”

“Kemudian setelah aku menyampaikan rezeki kepada cacing itu, aku keluar dari rongga batu kembali ke mulut katak ini. Lalu katak ini mengembalikan aku di tepi danau.”

Nabi Sulaiman a.s. kemudian bertanya, ”Apakah kamu mendengar suara tasbih cacing itu?”

”Ya, cacing itu mengucapkan: Yâ man lâ yansani fî jaufi hâdzihi bi rizqika, lâ tansâ ‘ibâdakal mu’minîna bi rahmatik (Wahai Dzat Yang tidak melupakan aku di dalam danau yang dalam ini dengan rezeki-Mu, janganlah Engkau melupakan hamba-hamba-Mu yang beriman dengan rahmat-Mu)."

Demikianlah, Allah mengatur rezeki segenap makhlukNya, termasuk manusia.
Sebagaimana pesan al-Qur’an dalam surat Hûd ayat 6: Wa mâ min dâbbatin fil ardli illâ ‘alaLlahi rizquhâ (Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya)

Sumber : Buku Kisah 25 Rasul