Thursday, 18 May 2017
MENGAPA BANYAK ISTILAH-ISTILAH KHUSUS DALAM ILMU TASAWUF?
"Bagaimana kalian ini wahai para sufi", beberapa ulama syariat bertanya kepada Ibnu Atha', "kalian telah menciptakan istilah-istilah yang aneh bagi pendengar-pendengarnya tetapi memberi keputusan dengan berkata biasa saja? Hanya ada dua kemungkinan, yang pertama kalian hanya berlagak, kerana berlagak tidak berkaitan dengan kebenaran maka doktrin kalian jelas palsu. Yang kedua, doktrin tersebut seimbang, dan keseimbangan itu hendak kalian sembunyikan dari khalayak ramai?"
"Semua itu kami lakukan kerana doktrin itu sangat penting bagi kami", Ibnu Atha menjawab. "Yang kami praktikkan itu sangat penting bagi kami dan kami tidak menginginkan siapa pun juga, kecuali kami para sufi, yang mengetahuinya. Untuk maksud ini kami tidak mahu menggunakan bahasa yang dikenal semua orang dan oleh kerana itulah kami menciptakan istilah-istilah khusus".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar
KETENTUAN ALLAH
Ibnu Atha' mempunyai sepuluh orang putera, semuanya gagah dan tampan. Ketika mereka menyertai Ibnu Atha' dalam suatu perjalanan, perompak menghadang mereka. Kemudian para perompak itu hendak memenggal kepala mereka satu persatu. Ibnu Atha' tidak berkata apa-apa, dan setiap kali salah seorang dari puteranya itu dipenggal kepalanya, ia menengadahkan kepala ke atas langit dan tertawa. Sembilan orang telah terbunuh. Para penyamun hendak menghabiskan anaknya yang kesepuluh.
"Sungguh seorang ayah yang baik hati", puteranya yang kesepuluh itu berseru kepadanya. "Sembilan orang puteramu telah dipenggal dan engkau tidak berkata apa-apa, malahan tertawa-tawa".
"Wahai buah hati ayah!", Ibnu Atha' menjawab, "Dialah yang melakukan hal ini, apakah yang dapat kita katakan kepadaNya? Dia Maha Tahu dan Maha Melihat. Sesungguhnya Dia bisa, jika Dia memang menghendaki menyelamatkan anak-anakku semuanya".
Mendengar ucapan Ibnu Atha' ini, penyamun yang hendak membunuh puteranya yang kesepuluh itu tergugah hatinya dan berseru: "Orang tua, seandainya tadi kata-kata itu engkau ucapkan, nescaya tidak seorang pun di antara anak-anakmu yang akan terbunuh".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar
MURID KESAYANGAN SYEIKH IBNU KHAFIF
Ada dua orang murid Syeikh Ibnu Khafif, yang seorang bernama Ahmad Tua dan yang seorang lagi Ahmad Muda. Di antara kedua muridnya ini, Ibnu Khafif lebih menyayangi Ahmad Muda. Murid-murid lain tidak setuju terhadap sikap Ibnu Khafif ini. Mereka berdalih: Bukankah Ahmad Tua telah menjalankan lebih banyak perintah dan disiplin diri?
Setelah mengetahui perihal ini, Ibnu Khafif ingin membuktikan kepada mereka, bahwa Ahmad Muda lebih unggul dari Ahmad Tua. Pada saat itu ada seekor unta yang sedang tidur di depan pintu.
"Ahmad Tua", Ibnu Khafif memanggil. "Saya!", sahut Ahmad Tua.
"Angkatlah unta itu ke atas loteng" perintah Ibnu Khafif. "Guru", kata Ahmad Tua, "mana mungkin aku dapat meng-angkat unta itu ke atas loteng".
"Cukup", jawab Ibnu Khafif. Kemudian ia memanggil Ahmad Muda.
"Ahmad Muda", panggilnya. "Saya", Ahmad Muda menyahut. "Angkatlah unta itu ke atas loteng".
Ahmad Muda segera mengencangkan ikat pinggangnya, menggulung lengan bajunya, dan berlari-lari keluar. Ahmad Muda menaruh kedua tangannya ke bawah tubuh binatang itu dan dengan sekuat tenaga mengangkatnya, namun sia-sia.
"Cukup, baik sekali!", Ibnu Khafif berseru. Kemudian berkatalah ia kepada murid-muridnya, "Sekarang tahulah kalian bahwa Ahmad Mudalah yang telah melakukan kewajibannya. Ia mentaati perintah tanpa membantah. Yang dipentingkannya adalah perintahku dan tidak perduli apakah perintah itu dapat dilaksanakannya atau tidak. Sebaliknya dengan Ahmad Tua, ia hanya ingin berdalih dan membantah. Dari sikap yang terlihat kita dapat memahami keinginan di dalam hati seseorang".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
BURUK SANGKA
Dari negeri yang jauh, datang dua orang sufi untuk berkunjung kepada Ibnu Khafif. Kerana tidak menemukan syeikh di tempatnya, maka bertanya-tanyalah mereka, di manakah kiranya Ibnu Khafif berada pada saat itu.
"Di istana Azud ad-Daula", seseorang memberikan keterangan.
"Apakah urusan syeikh Ibnu Khafif di istana?", kedua sufi itu bertanya-tanya. "Selama ini kita mengira bahwa ia adalah orang yang mulia!". Kemudian mereka berkata, "lebih baik kita melihat-lihat kota ini".
Maka pergilah mereka ke pasar. Kemudian mereka menuju ke tempat tukang jahit untuk menampalkan jubah mereka yang robek di sebelah depannya. Tetapi ketika itu si penjahit lagi kehilangan guntingnya.
"Kalian mencuri gunting," orang ramai menuduh mereka berdua dan menyerahkan mereka kepada penguasa. Kedua sufi itu diheret ke istana. "potonglah tangan mereka", Azud ad-Daula memberikan perintah.
"Tunggu!", Ibnu Khafif yang ketika itu berada di istana berseru. "Mereka ini bukan pencuri".
Maka kedua sufi itu pun dibebaskan. Kemudian Ibnu Khafif berkata kepada mereka,"Persangkaan buruk kalian terhadap diriku memang wajar. Tetapi urusanku yang sebenarnya di istana adalah untuk tujuan-tujuan seperti membebaskan tadi"
Sejak itu keduanya menjadi murid Ibnu Khafif.
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
DEBAT NABI MUSA A.S DAN NABI ADAM A.S
Musa berkata, ’Kamu adalah Adam yang diciptakan oleh Allah dengan kuasaNya. Dia meniupkan rohNya padamu, Dia memerintahkan Malaikat sujud kepadamu, dan Dia mengizinkanmu tinggal di SurgaNya. Kemudian gara-gara kesalahanmu, kamu menjadikan manusia diturunkan ke bumi.’
Adam menjawab, Kamu adalah Musa yang dipilih oleh Allah dengan risalah dan KalamNya. Dia memberimu Lauh [kepingan kayu atau batu] yang berisi penjelasan tentang segala sesuatu. Dia telah mendekatkanmu kepadaNya sewaktu kamu bermunajat kepadaNya. Berapa lama kamu mendapatkan Allah telah menulis Taurat sebelum aku diciptakan?’
Musa menjawab, ’Empat puluh tahun.’
Adam bertanya, ’Apakah di sana tertulis, 'Dan derhakalah Adam kepada Allah dan sesatlah dia.’ (QS. Thaha: 121)?’
Musa menjawab, ’Ya.’
Adam berkata, ’Apakah kamu menyalahkanku hanya kerana aku melakukan sesuatu yang telah ditulis oleh Allah atasku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku?. Namun Allah telah mengampuni aku atas dosa tersebut dan barang siapa yang telah diampuni maka bererti ia sudah tidak menanggung dosa dan barang siapa yang sudah tidak menanggung dosa maka ia tidak boleh dicela dan dipersalahkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Adam mengalahkan hujah Musa."
Riwayat di atas adalah berdasarkan hadits riwayat imam Muslim.
Sumber : Kitab Tafsir Munir Karangan Syeikh Wahbah Zuhaili.
Subscribe to:
Posts (Atom)