Thursday 17 November 2016

KARAMAH SAAD IBNU ABI WAQQAS R.A


DOA YANG MUSTAJAB

Jabir r.a. menceritakan bahwa penduduk Kufah mengadukan Sa'ad bin Abi Waqash kepada Khalifah `Umar. 'Umar lalu mengutus seseorang untuk bertanya tentang Sa'ad kepada orang-orang Kufah. Utusan itu berkeliling dari masjid ke masjid di Kufah dan semua orang yang ditanyainya memberikan penilaian positif terhadap Sa'ad. Akhirnya ia berhenti di sebuah masjid dan bertemu dengan seorang laki-laki yang mengaku bernama Abu Sa'dah. Laki-laki itu berkata, "Kami mengadukan Sa'ad karena ia tidak membagi rampasan secara sama rata, tidak berjalan bersama pasukannya,dan tidak berlaku adil dalam menghukumi sesuatu." Maka Sa'ad berdoa, "Ya Allah, kalau ia berdusta, maka panjangkanlah umurnya, panjangkan kefakirannya, dan timpakan berbagai fitnah padanya."

Ibnu Amir menceritakan bahwa ia menyaksikan laki-laki yang mengadukan Sa'ad itu berumur panjang, sampai-sampai alisnya menutupi mata karena saking panjangnya, ia betul-betul ditimpa kemiskinan, dan di sebuah jalan ia pernah bertemu dengan budak-budak perempuan kemudian merabanya, karena itu ia terkena fitnah. Sewaktu ditanya, "Mengapa kamu bisa jadi begini?" Jawabnya, "Aku menjadi tua bangka dan terkena fitnah karena doa Sa'ad." (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Al-Baihaqi dari jalur Abdul Mulk bin Amir)

Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa Sa'ad tengah berpidato di hadapan penduduk Kufah, ia bertanya, "Bagaimana kepemimpinanku menurut pandangan kalian?" Seorang laki-laki berseru, "Engkau sungguh tidak adil dalam mengemban tanggung jawab, tidak membagi secara rata, dan tidak ikut berperang bersama pasukan." Sa'ad berdoa, "Ya Allah, kalau ia berdusta, maka butakanlah matanya, segerakan kefakirannya, panjangkan umumya, dan timpakan fitnah padanya." Lelaki itu kemudian buta, jatuh miskin sehingga menjadi peminta-peminta, difitnah sebagai orang yang sombong dan pembohong, dan karena itu ia dibunuh. (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari jalur Mush'ab bin Sa'ad)

Riwayat lain menceritakan bahwa ada seorang laki-laki muslim mengejek Sa'ad bin Abi Waqash. Kemudian Sa'ad berdoa, "Ya Allah, potonglah lidah dan tangannya dengan kehendak-Mu." Pada waktu perang Kadisiyah, laki-laki itu terlempar hingga lidah dan tangannya putus. Ia tidak bisa berbicara sepatah kata pun sampai ajal menjemputnya. (Diriwayatkan oleh Al Thabrani, Ibnu `Asakir dan Abu Na'im dari Qabishah bin Jabir)

Dikisahkan pula bahwa ada seorang perempuan yang mempunyai perawakan seperti anak kecil. Orang-orang mengolok-oloknya, "Itu puteri Sa'ad, ia membenamkan tangannya pada tempat bersuci Sa'ad." Kemudian Sa'ad berdoa, "Semoga Allah menunjukkan kekuatanmu meskipun engkau tidak bisa tumbuh besar lagi." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Asakir dari Mughirah)

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa ada seorang perempuan terus menerus memperhatikan Sa`ad, Sa'ad menegurnya, tetapi ia tidak mengindahkannya. Suatu hari ketika perempuan itu muncul, Sa'ad berkata, "Buruk sekali wajahmu." Tiba-tiba wajah perempuan itu memuntir ke belakang dan tidak bisa menoleh ke depan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Asakir dari Mana' dari Abdurrahman bin Auf)

Qais bertutur, "Ada seorang laki-laki mengejek Ali. Maka Sa'ad berdoa, 'Ya Allah, laki-laki ini telah mengejek salah seorang walimu. Jangan pisahkan golongan ini, sampai Engkau perlihatkan kekuasaanMu.' Demi Allah, kami belum berpisah, hingga kudanya terbenam ke dalam lumpur, kemudian ia terlempar di bebatuan, sampai otaknya keluar dan akhirnya mati" (Riwayat Al- Hakim).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Sa'ad mendoakan buruk untuk seorang laki-laki. Tiba-tiba laki-laki itu tertubruk seekor unta betina hingga ia mati. Kemudian Sa'ad menahan nafas dan bersumpah tidak akan mendoakan buruk untuk seorang pun (Riwayat Al-Hakim dari Mush'ab bin Sa'ad).

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Al-Musayyab bahwasanya Marwan pernah berkata, "Harta ini milik kami maka kami berhak memberikannya kepada orang yang kami kehendaki." Kemudian Sa`ad mengangkat kedua tangannya dan berkata, 'Aku akan berdoa." Marwan meloncat, lalu merangkulnya sambil berseru, "Engkau akan berdoa kepada Allah, hai Abu Ishaq. Tolong jangan berdoa, karena harta itu adalah milik Allah."

Diceritakan pula bahwa Sa'ad bin Abi Waqash pernah berdoa, "Ya Allah, hamba memiliki anak-anak yang masih kecil, maka tangguhkan kematianku sampai mereka dewasa (balig)." Dua puluh tahun kemudian, Sa'ad baru menemui ajalnya, sesudah menderita sakit parah. (Riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Asakir dari Yahya bin Abdurrahman bin Labibah)

Dikisahkan juga bahwa ketika Sa'ad sedang berjalan-jalan, lewatlah seorang laki-laki sambil mencaci maki Ali, Thalhah, dan Zubair. Sa'ad berkata kepada laki-laki itu, "Kamu mencaci-maki para pemimpin yang dianugerahi keunggulan oleh Allah. Demi Allah, kamu harus menghentikan cacianmu kepada mereka atau aku akan mendoakan keburukan untukmu." Laki-laki itu menjawab, "Kamu menakutiku, seolah-olah kamu ini nabi." Sa'ad lalu berdoa, "Ya Allah, ia telah mencaci-maki para pemimpin yang telah Engkau unggulkan, maka timpakan malapetaka padanya hari ini." Tiba-tiba datanglah seorang peramal perempuan sehingga orang-orang berlarian menghindarinya, lalu sang peramal memukul laki-laki itu dengan keras. Orang-orang mengikuti Sa'ad, dan berkata, 'Allah telah mengabulkan doamu, ya Abu Ishaq." Doa Sa'ad mustajab, karena Nabi Saw telah mendoakan agar doanya mustajab. (Riwayat Al Thabrani dari Amir bin Sa'ad)

Al-Tirmidzi dan Al-Hakim meriwayatkan dan menyatakan kesahihan hadis Nabi tentang Sa'ad, "Ya Allah, kabulkanlah semua doa yang dipanjatkan Sa'ad!" Hingga setiap doa yang dilantunkan Sa'ad selalu dikabulkan Allah. Dalam hadis lain juga dinyatakan, "Ya Allah, kabulkanlah doa Sa'ad dan tepatkanlah lemparan panahnya!"

Sumber : Kitab Jami' Karamat Al Auliya Karangan Syeikh Yusof Al Nabhani.

PENGARUH AMAL TERHADAP HATI


Diriwayatkan bahwa ada seorang ulama Bani Israil yang telah mengarang 860 buku hingga namanya tersohor ke seluruh penjuru dunia. Suatu hari Allah Ta'ala mewahyukan kepada seorang Nabi di zaman itu, "Katakanlah kepada Fulan, 'Engkau telah menebarkan kemunafikan di muka bumi. Semua amalmu itu tidak engkau tujukan untuk-Ku.' Ketika Sang Nabi menyampaikan wahyu Allah ini kepadanya, ia segera bersimpuh di hadapannya dan membuang semua bukunya. Selang beberapa waktu ia beribadah dalam sebuah gua di gunung. Allah kembali mewahyukan kepada Sang Nabi, "Temui ulama itu dan katankan padanya, 'Allah berkata Dia tidak meridhoimu." Ketika sang Nabi menyampaikan wahyu ini kepadanya, ia kebingungan dan berkata, "Apa yang harus kulakukan?" Allah Ta'ala lalu memberinya ilham untuk pergi ke pasar dan merendahkan dirinya. Ia pun segera melaksanakan ilham itu; merendahkan dirinya, membantu kaum lemah dan membelai kepala anak yatim. Tak lama kemudian Allah Ta'ala mewahyukan kepada Nabi-Nya, "Katakan kepadanya, 'Sekarang Aku meridhoimu."

Sumber : Kitabnya Idahu Asrori Ulumil Muqorrobin Karangan Syeikh Habib Muhammad bin 'Abdullah Al-'aidarus.

KISAH ABU YAZID BUSTHAMI DENGAN SEEKOR ANJING


Pada suatu hari Abu Yazid Busthami sedang menyusuri sebuah jalan ketika seekor anjing berlari-lari di sampingnya. Melihat hal ini Abu Yazid segera mengangkat jubahnya, tetapi si anjing berkata;
"Tubuhku kering dan aku tidak melakukan kesalahan apa-apa. Seandainya tubuhku basah, engkau cukup menyucinya dengan air yang bercampur tanah tujuh kali, selesailah persoalan di antara kita. Tetapi apabila engkau menyingsingkan jubah sebagai seorang Parsi, dirimu tidak akan menjadi bersih walau engkau membasuhnya dalam tujuh samudera".
Abu Yazid menjawab: "Engkau kotor secara lahiriah tetapi aku kotor secara batiniah. Marilah kita bersama-sama berusaha agar kita berdua menjadi bersih".
"Tetapi si anjing menyahut: "Engkau tidak layak untuk berjalan bersama-sama dengan diriku dan menjadi sahabatku, kerana semua orang menolak kehadiranku dan menyambut kehadiranmu. Siapa pun yang bertemu denganku akan melempariku dengan batu tetapi siapa pun yang bertemu denganmu akan menyambutmu sebagai raja di antara para sufi. Aku tidak pernah menyimpan sepotong tulang tetapi engkau memiliki sekarung gandum untuk makanan esok hari".
Abu Yazid berkata: "Aku tidak layak berjalan bersama seekor anjing! Bagaimana aku dapat berjalan bersama Dia Yang Abadi dan Kekal? Maha Besar Allah yang telah memberi pengajaran kepada yang termulia di antara makhluk-Nya melalui yang terhina di antara semuanya!".

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.

DISIPLIN DIRI ABUL HUSAIN AN-NURI


Abul Husain melakukan disiplin diri seperti yang dilakukan oleh al-Junaid. Ia dijuluki Nuri (Manusia yang Memperoleh Cahaya) kerana setiap kali ia berbicara di suatu ruangan pada malam yang gelap, dari mulutnya keluar cahaya sehingga seluruh ruangan tersebut menjadi terang. Alasan lain mengapa ia dijuluki demikian adalah kerana ia menjelaskan rahasia-rahasia yang paling pelik. Tetapi versi yang ketiga mengatakan bahawa ia mempunyai sebuah tempat menyepi di tengah padang pasir, di mana ia biasa shalat di sepanjang malam dan apabila ia berada di tempat itu, orang-orang dapat menyaksikan cahaya yang memancar dari tempat tersebut.

Pada awal kehidupan mistiknya, setiap hari ia keluar rumah pagi-pagi sekali dan pergi ke kedainya untuk mengambil beberapa potong roti untuk dibagi-bagikannya sebagai sedekah. Setelah itu barulah ia pergi ke masjid untuk shalat Subuh dan tetap di situ sampai tengah hari. Kemudian ia baru pergi ke kedainya. Orang-orang di rumah menyangka bahwa ia telah makan di kedai dan orang-orang di kedai menyangka bahawa ia telah makan di rumah. Yang demikian dilakukannya secara terus-menerus selama dua puluh tahun tanpa seorang pun yang mengetahui perihal yang sesungguhnya.

Mengenai dirinya sendiri, Nuri berkisah sebagai berikut.

Bertahun-tahun aku berjuang, mengekang diri dan meninggalkan pergaulan ramai. Betapa pun aku telah berusaha keras, namun jalan belum terbuka bagiku.

"Aku harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki diriku", aku berkata di dalam hati; "Jika tidak, biarlah aku mati terlepas dari hawa nafsu ini".

"Wahai jasmaniku", aku berkata, "bertahun-tahun sudah engkau menuruti hawa nafsumu sendiri, makan, melihat, mendengar, berjalan-jalan, mengambil, tidur, bersenang-senang dan memuaskan hasratmu. Sungguh semua itu akan mencelakakanmu. Sekarang masuklah ke dalam penjara, akan ku belenggu dirimu dan ku kalungkan kepada lehermu segala kewajiban kepada Allah. Jika engkau sanggup bertahan dalam keadaan seperti itu, engkau pasti meraih kebahagiaan. Tapi jika kau tak sanggup maka setidaknya engkau akan mati di atas jalan Allah".

Maka berjalanlah aku di atas jalan Allah. Pernah ku dengar bahwa hati para mistik merupakan alat yang amat awas dan me-ngetahui rahasia segala sesuatu yang terlihat dan terdengar oleh mereka. Kerana aku sendiri tak memiliki hati yang seperti itu maka aku pun berkata kepada diriku sendiri: "Ucapan-ucapan para Nabi dan manusia-manusia suci adalah benar. Mungkin sekali aku telah bersikap munafik dalam usahaku selama ini, dan kegagalanku ini adalah kerana kesalahanku sendiri. Di sini tak ada tempat untuk berbeza pendapat. Sekarang aku ingin merenungi diriku sendiri sehingga aku benar-benar mengenalnya".

Maka aku pun merenungi diriku sendiri. Ternyata kesalahanku adalah bahawa hati dan hawa nafsuku bersatu. Bila hati dan hawa nafsu berpadu, celakalah! Kerana jika ada sesuatu yang menyinari hati maka hawa nafsu akan menyerap sebahagian daripadanya. Sedarlah aku bahwa hal inilah yang menjadi sumber dilema yang ku hadapi selama ini. Segala sesuatu yang datang dari hadirat Allah ke dalam hatiku, sebagian diserap oleh hawa nafsuku.

Sejak saat itu, segala perbuatan yang diperkenankan oleh hawa nafsuku tidak ku lakukan. Yang aku lakukan adalah hal-hal lain yang tak disukainya. Misalnya, apabila hawa nafsuku berkenan jika aku shalat, berpuasa, bersedekah, menyepi atau bergaul dengan sahabat-sahabatku, maka aku melakukan hal yang sebaliknya. Akhirnya segala hal yang diperkenankan hawa nafsuku dapat ku buang dan rahasia-rahasia mistik mulai terbuka di dalam diriku.

"Siapakah engkau?" aku bertanya.

"Aku adalah mutiara dari Lubuk Tanpa Hasrat", terdengar jawapan. "Katakan kepada murid-muridmu, lubukku adalah Lubuk Tanpa Hasrat dan mutiaraku adalah Mutiara dari Lubuk Tanpa Maksud".

Kemudian aku turun ke sungai Tigris dan berdiri di antara dua buah biduk.

"Aku tidak akan berganjak dari tempat ini", aku berkata. "sebelum seekor ikan terjerat ke dalam jalaku".

Akhirnya masuklah seekor ikan ke dalam jalaku. Ketika ku angkat jalaku itu, aku pun berseru: "Alhamdulillah, perjuanganku telah berhasil".

Aku mengunjungi Junaid dan berkata kepadanya: "Sebuah kurnia telah dilimpahkan kepadaku".

"Abul Husain", Junaid menjawab, "jika yang terjerat oleh jalamu itu adalah seekor ular, bukan seekor ikan, itulah pertanda sebuah kurniaan. Kerana engkau sendiri telah campur tangan, hal itu hanyalah sebuah tipuan, bukan sebuah kurniaan. Tanda dari suatu kurnia adalah bahawa engkau sama sekali tidak ada di sana lagi".

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.

DOA ORANG SOLEH


"Apakah yang menyebabkan engkau menjalani kehidupan spiritual ini", seseorang bertanya kepada Sari as-Saqath. Sari as-Saqathi menjawab:

"Pada suatu hari Habib ar-Ra'i lewat di depan kedaiku. Kepadanya aku berikan sesuatu untuk disampaikan kepada orang-orang miskin. 'Semoga Allah memberkahi engkau', Habib ar-Ra'i mendoakan diriku. Setelah ia mengucapkan doa itu dunia ini tidak menarik hatiku lagi".

"Keesokan harinya datanglah Ma'ruf Karkhi beserta seorang anak yatim. 'Berikanlah pakaian untuk anak ini', pinta Ma'ruf kepadaku. Maka anak itu pun aku beri pakaian. Kemudian Ma'ruf berkata: 'Semoga Allah membuat hatimu benci kepada dunia ini dan membebaskanmu dari pekerjaan ini'. Kerana kemakbulan doa Ma'ruf itulah aku dapat meninggalkan semua harta kekayaanku di dunia ini".

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar

Thursday 3 November 2016

KARAMAH DZU’AIB IBNU KILAB R.A


Ketika Aswad al-Ansi yang mengaku sebagai Nabi menguasai Shan`a (ibukota Yaman), Aswad menangkap Dzu’aib bin Kilab lalu melemparkannya ke dalam api karena Dzu’aib mengakui kenabian Muhammad Saw, tetapi api itu tidak membakar Dzu’aib. Nabi menceritakan kejadian itu kepada sahabat-sahabat beliau. Lalu `Umar berkata, “Segala puji hanya bagi Allah yang telah menjadikan salah seorang umat kita seperti Ibrahim, Khalilullah,” (Diceritakan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Lahi’ah). Dalam kitab Al-Shahabat, Abdan mengemukakan bahwa Dzu’aib adalah anak laki- laki Kilab bin Rabi’ah al-Khaulani, penduduk Yaman pertama yang masuk Islam.

Dalam versi lain diceritakan bahwa ada seorang laki-laki dari Khaulan masuk Islam, tetapi kaumnya menghendakinya kafir lagi, maka mereka memasukkannya ke dalam api, tetapi ia tidak terbakar, kecuali anggota badan yang tidak terkena wudhu. Lelaki itu kemudian menemui Abu Bakar dan berkata, Mintalah ampun untukku.” Abu Bakar menjawab, “Engkau lebih patut kerana engkau pernah dilemparkan ke dalam api tetapi tidak terbakar.” Kemudian ia mohon ampun kepada Allah. Lalu ia pergi ke Syam. Orang-orang menyamakannya dengan Nabi Ibrahim a.s, (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Abu Basyir Ja’far bin Abi Wahsyiyyah). Kami mengungkapkan kisah Dzu’aib di sini kerana ia masuk Islam ketika Nabi Saw masih hidup meskipun tidak pernah bertemu dengan Nabi, seperti Raja Najasyi.

Sumber : Kitab Jami' Karamat Al Auliya Karangan Syeikh Yusof Al Nabhani.

KISAH MEMBUNUH PARA SUFI


Ketika Ghulam Khalil menyatakan perang terhadap para sufi, ia pergi menghadap khalifah dan mencela mereka.
"Orang-orang telah menyaksikan beberapa kelompok sufi berdendang-dendang, menari-nari dan menghujjah Allah. Sepanjang hari mereka berjalan-jalan dan di malam hari mereka ber-sembunyi di dalam kuburan-kuburan di bawah tanah, dan berkhutbah. Sufi-sufi ini adalah manusia-manusia bid'ah. Seandainya ketua kaum Muslimin bersedia mengeluarkan perintah agar sufi-sufi ini dibunuh, nescaya doktrin bid'ah akan musnah, kerana sesungguhnya mereka itulah pemimpin-pemimpin para bid'ah. Jika hal ini dilakukan oleh ketua kaum Muslimin, aku jamin bahwa ia akan memperoleh pahala yang berlimpah".

Khalifah segera memerintahkan agar Abu Hamzah, Raqqam, Syibli, Nuri dan Junaid dibawa ke hadapannya. Setelah semuanya berkumpul, khalifah memerintahkan agar mereka dibunuh. Algojo mula-mula hendak memancung Raqqam tetapi Nuri meloncat, menerjang maju dan berdiri menggantikan Raqqam.

"Bunuhlah aku yang sedang tertawa-tawa bahagia ini terlebih dahulu", kata Nuri.

"Belum tiba giliranmu", jawab si algojo, "sebuah pedang bukanlah sebuah senjata yang harus dipergunakan secara tergesa-gesa".

"Jalanku ini berdasarkan kecintaan", Nuri menjelaskan. "Aku lebih mencintai sahabatku daripada diriku sendiri. Yang paling berharga di atas dunia ini adalah kehidupan. Aku ingin memberi beberapa saat kehidupan kepada saudara-saudaraku ini, kerana itulah aku ingin mengorbankan hidupku sendiri, walau aku berpendapat bahwa sesaat di atas dunia adalah jauh lebih berharga daripada seribu tahun di akhirat. Dunia ini adalah tempat berbakti dan akhirat adalah tempat yang dekat kepada Allah, sedang untuk menghampiri-Nya harus berbakti kepada-Nya".

Ucapan-ucapan Nuri ini disampaikan kepada khalifah yang menjadi sangat kagum kerana ketulusan dan kejujuran Nuri itu. Maka diperintahkannya agar hukuman itu ditangguhkan dan persoalan mereka diserahkan kepada qadhi.

"Mereka tak dapat dituntut tanpa bukti-bukti", si qadhi menjelaskan. Sesungguhnya si qadhi telah mendengarkan khutbah-khutbah Nuri dan mengetahui keahlian Nuri dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Maka berpalinglah ia kepada Syibli. "Akan ku tanyakan orang gila ini mengenai sesuatu bidang yang tidak akan sanggup dijawabnya", ia berkata di dalam hati.

"Berapakah yang dizakatkan seseorang bila ia memiliki wang dua puluh dinar?", si qadhi bertanya kepada Syibli.

"Dua puluh setengah dinar", jawab Syibli.

"Siapakah yang menetapkan zakat yang sebesar itu?" si qadhi menanya.

"Abu Bakar yang agung", jawab Syibli. "Ia memberikan semua yang dimilikinya sebanyak empat puluh ribu dinar sebagai zakat", jawab Syibli.

"Ya, tetapi mengapakah engkau tadi menambahkan setengah dinar?"

"Sebagai denda", jawab Syibli. "Ia telah menyimpan wang dua puluh dinar dan oleh kerana itu ia harus membayar setengah dinar sebagai dendanya".

Kemudian si qadhi berpaling kepada Nuri dan mempertanyakan sebuah masalah hukum. Nuri segera memberi sebuah jawaban yang membuat si qadhi bingung, Nuri memberi penjelasan:

"Qadhi, engkau telah mengajukan semua pertanyaan-pertanyaan ini, tetapi tak satu pun di antaranya yang penting. Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang berdiri kerana Dia, yang berjalan dan beristirahat kerana Dia, yang hidup kerana Dia dan berdiam diri merenungi-Nya. Apabila sesaat saja mereka berhenti merenungi-Nya nescaya binasalah mereka. Melalui Dia mereka tidur, melalui Dia mereka makan, melalui Dia mereka menerima, berjalan, melihat, mendengar dan melalui Dia mereka ada. Inilah ilmu yang sesungguhnya, bukan yang engkau pertanyakan itu".

Si qadhi tergamam tak dapat berkata apa-apa. Kemudian ia mengirim surat kepada khalifah.

"Jika orang-orang seperti mereka ini dianggap sebagai orang-orang yang tiada bertuhan dan bid'ah maka keputusanku adalah bahwa seluruh dunia ini tiada seorang pun yang percaya kepada Allah Yang Maha Esa".

Khalifah memerintahkan agar tahanan-tahanan itu dibawa ke hadapannya.

"Adakah sesuatu hal yang kalian inginkan?" khalifah bertanya kepada mereka.

"Ada", mereka menjawab. "Kami ingin agar engkau melupakan kami. Kami ingin agar engkau tidak memuliakan kami dengan restumu dan tidak mengusir kami dengan murkamu, kerana bagi kami, kemurkaanmu itu sama dengan restumu, dan restumu itu sama dengan kemurkaanmu".

Khalifah menangis dengan hati yang tersayu dan membebaskan mereka dengan segala hormat.

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.

BERKAT PEMIMPIN YANG ADIL


Malik bin Dinar berkata:

"Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, para penggembala kambing di puncak gunung berkata: 'Siapakah khalifah yang soleh yang sedang memerintah manusia sekarang ini ?'
Lalu orang-orang yang berasal dari kota bertanya kepada mereka: 'Bagaimana kalian mengetahui semua itu?'
Para penggembala menjawab: 'Sesungguhnya pemerintahan apabila dipegang oleh seorang khalifah yang soleh, serigala dan singa tidak akan mengganggu kambing-kambing kami !' "
  
Hasan al-Qashar berkata: 

Aku bekerja sebagai pemerah susu kambing pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu ketika, aku melewati seorang penggembala, sedangkan di tengah-tengah gerombolan kambingnya ada tiga puluh serigala. Padahal sebelumnya aku mengira gerombolan anjing kerana aku belum pernah melihat serigala.

Aku bertanya: 'Wahai penggembala, untuk apa anjing sebanyak ini ?'
Dia menjawab: 'Wahai anak muda, ini bukan kumpulan anjing, melainkan serigala'.
Aku berkata: 'Subhanallah, apakah serigala tidak membahayakan kambing-kambingmu ?'
Dia menjawab: 'Wahai anak muda, apabila kepala sudah sihat maka badan tidak akan rosak'.

Pada masa itu adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ".

Musa bin Aorun berkata:

"Pada zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz kambing kami gembala bersama-sama dengan serigala. Namun pada satu malam seekor serigala telah menerkam kambing kami. Tidak lain pasti lelaki soleh ini (Umar bin Abdul Aziz) telah wafat. Dan memang mereka mendapati beliau wafat pada malam tersebut."

Sumber : Kitab Idhahu Asrari Ulumil Muqarrabin Karangan Syeikh Habib Muhammad bin Abdullah Al Aidarus.

KARAMAH SAAD IBNU ABI WAQQAS R.A


KISAH MELINTASI SUNGAI DENGAN BERKUDA

Riwayat lain menceritakan bahwa ketika Sa'ad bin Abi Waqash r.a. sampai di sungai Tigris, ia mencari perahu untuk menyeberang, tetapi ia tidak berhasil karena perahu-perahu telah ditambatkan. Sa'ad dan pasukannya tinggal di sana beberapa hari pada bulan Safar. Tiba-tiba datang air pasang. Sa'ad bermimpi melihat sekawanan kuda milik pasukan muslimin menceburkan diri ke sungai, lalu menyeberangi air pasang itu, padahal air pasang sungai Tigris sangat tinggi. Sa'ad menakwilkan mimpinya sebagai petunjuk agar ia menyeberangi sungai itu. Maka ia mengumpulkan pasukannya, lalu berkata, 'Aku akan menyeberangi sungai ini," dan mereka menyetujuinya. Sa`ad mempersilakan pasukannya untuk menceburkan diri ke sungai, lalu berkata, "Katakanlah! Kami memohon pertolongan Allah dan bertawakkal kepada-Nya. Cukuplah Allah bagi kami, sebaik-baik Zat tempat memasrahkan diri. Tiada daya dan kekuatan, kecuali milik Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung." Lalu mereka menceburkan diri ke Sungai Tigris, menyeberangi air yang pasang itu, dan terombang-ambing ombak. Sungguh ajaib, mereka terapung di sungai itu sambil berbincang-bincang dan berpasangan, seperti ketika berjalan di daratan. Orang-orang Persia merasa heran dengan hal yang tidak masuk akal tersebut. Pasukan muslimin kemudian menaklukkan Persia dan segera mengumpulkan sebagian besar kekayaan mereka, yaitu kota-kota di Persia. Pada bulan Safar tahun 16 H, kaum muslimin menguasai rumah-rumah peninggalan kerajaan Persia. (Riwayat Abu Na'im dari Ibnu al-Dafili)

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Sa'ad berkata, "Kami menyeberangi sungai Tigris sambil membawa kuda dan binatang piaraan kami, sampai tak seorang pun melihat air dari dua tepinya. Kuda-kuda itu mendatangi pasukanku sambil menghela surainya diiringi ringkikan. Ketika melihat tingkah kuda tersebut, pasukanku segera menyeberangi sungai itu tanpa memedulikan apa pun. Tidak ada sesuatu pun milik pasukanku yang hilang dalam air, hanya sebuah gelas yang pegangannya telah pecah. Gelas itu terjatuh dan hanyut terbawa air. Namun angin dan gelombang menyeretnya ke tepi dan pemiliknya mengambilnya kembali." (Abu Na'im meriwayatkan kisah ini dari Abu `Utsman al-Nahdi)

Riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang berjalan di atas air bersama Sa'ad adalah Salman al-Farisi. Pasukan Sa'ad menyeberangi sungai Tigris sambil terapung beserta kuda-kuda mereka. Sa'ad berkata, "Cukuplah Allah bagi kami, Dialah sebaik-baik Zat tempat memasrahkan diri. Demi Allah, Allah benar-benar akan menolong wali-Nya, memenangkan agama-Nya, dan mengalahkan musuh-Nya, jika dalam diri pasukan tidak ada kejahatan atau dosa yang mengalahkan kebaikan." Salman berkata kepada Sa'ad, "Sesungguhnya Islam itu baru. Demi Allah, lautan tunduk kepada Sa'ad dan pasukannya seperti halnya daratan tunduk kepada mereka. Mereka menyeberangi sungai, hingga air itu tidak terlihat dari tepian. Sambil terapung di sungai, mereka berbincang-bincang lebih banyak daripada ketika mereka berjalan di daratan. Mereka berhasil melintasinya, tidak ada sesuatu pun yang hilang, dan tidak ada seorang pun yang tenggelam." (Diriwayatkan oleh Abu Na'im dari Abu Bakar bin Hafsh bin `Umar)

Riwayat lain menceritakan bahwa Sa'ad dan pasukannya menceburkan diri ke sungai Tigris berpasang-pasangan. Salman menjadi pasangan Sa'ad, mereka berdampingan berjalan di atas air. Sa'ad berkata, "Demikianlah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." Air sungai Tigris mengapungkan Sa'ad dan pasukannya, sementara kuda mereka menyeberangi sungai sambil berdiri tegak. Bila Sa'ad lelah, di depannya terhampar sebuah gundukan, lalu ia beristirahat di atasnya seolah-olah berada di atas tanah. Tidak ada pemandangan yang lebih menakjubkan selain pemandangan itu, karena itulah hari itu disebut dengan Yaumul Jaratsim. Jika ada yang lelah, maka di depannya terhampar sebuah gundukan tempat untuk istirahat. (Riwayat Abu Na'im dari Amir al-Sha'idi)

Qais bin Abi Hazim berkata, "Kami menundukkan sungai Tigris yang sedang meluap airnya. Meskipun air pasang mencapai puncak ketinggiannya, prajurit berkuda tetap tegak dan air tidak sampai menyentuh ikat perut kudanya," (Riwayat Abu Na'im).

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa ketika kaum muslimin menyeberangi sungai Tigris, penduduk Persia berkata, "Mereka itu jin, bukan manusia," (Riwayat Abu Na'im dari Habib bin Shahban, dikutip dari kitab Hujjatullah 'ala al-'Alaamin).

Sumber : Kitab Jami' Karamat Al Auliya Karangan Syeikh Yusof Al Nabhani.

ASAL USUL GELARAN HATIM AL ASHAMM


Kelapangan hati Hatim al ashamm sangat besar, sehingga pada suatu hari didatangi seorang wanita tua mengajukan sebuah pertanyaan, pada saat itu pula secara tidak sengaja perempuan tua itu terlebih terkentut, Hatim berkata kepadanya,

"Berbicaralah dengan lebih keras. Pendengaranku kurang tajam". Kata-kata ini diucapkannya agar si wanita tidak merasa malu. Si wanita kemudian melantangkan suara dan Hatim memberikan jawapan terhadap masalahnya. Selama wanita tua itu masih hidup, iaitu hampir lima belas tahun lamanya, Hatim tetap berpura-pura tuli. Hal ini dilakukannya agar tidak ada seorang pun yang menyampaikan kepada si wanita mengenai keadaannya yang sebenarnya. Setelah wanita tua itu meninggal dunia barulah Hatim menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya secara spontan sedang sebelumnya ia selalu menyela dengan kata-kata: "Berbicaralah dengan lebih keras!" Itulah sebabnya mengapa ia dijuluki Hatim al ashamm bermaksud Hatim si tuli.

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar