Saturday 15 April 2017

IBRAHIM AL KHAWWAS DAN RAHIB


Aku telah bersumpah akan mengembara di padang pasir tanpa perbekalan, makanan, dan binatang tunggangan. Begitu aku memasuki padang pasir, seorang pemuda mengejarku dan mengucapkan salam.

"Assalamu alaikum, syeikh", katanya.

Aku berhenti dan aku jawab salamnya. Kemudian tahulah aku bahwa dia beragama Kristian.

"Bolehkah aku berjalan bersamamu?". si pemuda bertanya. 'Tempat yang kutuju terlarang untukmu, maka apakah faedah-nya bagimu untuk berjalan bersamaku", jawabku.

'Tidak mengapa" jawabnya. "Mungkin sekali dengan berjalan bersamamu akan membawa keberkatan"..

Setelah seminggu berjalan, pada hari yang ke delapan si pemuda berkata kepadaku.

"Wahai pertapa budiman dari kaum Hanafiah, beranikah dirimu untuk meminta sekadar makanan dari Tuhanmu kerana aku merasa lapar".

"Ya Tuhanku", aku berdoa, 'demi Muhammad saw, janganlah Engkau membuatku malu di depan orang asing ini tetapi turunkanlah sesuatu dengan kegaiban".

Sesaat itu juga terlihatlah olehku sebuah nampan yang penuh dengan roti, ikan panggang, kurma dan sekendi air. Maka duduklah kami untuk menyantap hidangan itu.

Kemudian kami meneruskan perjalanan hingga genap satu minggu pula. Pada hari yang lapan aku berkata kepada teman seperjalananku itu.

"Wahai Rahib, tunjukkanlah kebolehanmu kerana aku telah merasa lapar".

Sambil bersandar pada tongkatnya, si pemuda berdoa dengan bibir komat-kamit. Sesaat itu juga terciptalah dua buah meja yang masing-masing penuh dengan halwa, ikan, kurma dan cekendi air. Aku terheran-heran.
"Makanlah wahai pertapa!", si pemuda Kristian berkata kepadaku.

Aku sangat malu menyantap hidangan itu.

"Makanlah", si pemuda mendesak, "sesudah itu akan aku sampaikan kepadamu beberapa buah kabar gembira"
"Aku tidak mau makan sebelum engkau menyampaikan kabar gembira itu", jawabku.

"Yang pertama adalah bahwa aku akan melepaskan sabukku ini" katanya.

Setelah berkata demikian dilepaskannya sabuk yang sedang dikenakannya. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya
"Aku bersaksi, tiada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Kabar gembira yang kedua adalah sesungguhnya doaku tadi adalah 'Ya Allah, demi orang tua yang mulia di pandangan-Mu ini, orang tua penganut agama yang benar ini, berilah aku makanan agar aku tidak mendapat malu di hadapannya". Sesungguhnya hai ini terjadi kerana berkatmu juga".

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.

KARAMAH MAISARAH IBNU MASRUQ AL ABBASI R.A


Maisarah adalah salah satu di antara sembilan utusan Bani Absi yang datang kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw menunaikan haji wada’, Maisarah berjumpa dengan beliau, lalu la bertanya, “Wahai Rasulullah, aku sangat ingin menjadi pengikutmu.” Kemudian ia masuk Islam dan keislamannya sangat baik. Maisarah berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari neraka kerana adanya engkau (Muhammad).” Maisarah diberi jawatan bagus oleh Abu Bakar. (Diriwayatkan oleh Ibnu Atsir dalam Usud al-Ghabah)

Maisarah bin Masruq al-‘Absi r.a. termasuk salah satu pemimpin tentara di Palestina dan ia meninggal di sana serta dimakamkan dekat daerah Baqah termasuk wilayah Nablus. Makamnya terkenal sebagai tempat ziarah.

Yusuf al-Nabhani bercerita, “Aku menziarahi makam Maisarah bin Masruq al-Absi r.a. kira-kira dua puluh tahun yang lalu. Aku belum mengetahui lokasi makamnya, tetapi ketika aku melalui sebuah jalan di samping makamnya, aku melihat orang-orang berbondong-bondong menziarahinya. Pada waktu itu adalah hari Arafah tahun 1305 H. Kemudian aku bertanya kepada seorang penduduk daerah itu yang ada di sisiku. Penduduk itu memberitahuku bahwa hari Arafah adalah hari yang khusus untuk menziarahi makam Maisarah, kerananya banyak penduduk daerah- daerah sekitar yang datang berziarah saat itu. Sebuah tradisi lama yang berlangsung terus setiap tahun tanpa terputus. Mereka juga melakukan ziarah di hari terakhir bulan Ramadhan.

Pada tahun itu juga, aku pergi ke Beirut untuk tugas pemerintahan negara yang mengharuskanku sampai sekarang menetap di sana. Kurang lebih tiga tahun setelah tinggal di Beirut, yakni 1308 H., aku jatuh sakit yang disahkan oleh semua dokter sebagai penyakit kuat lemahnya syaraf pencernaan. Penyakit itu sangat memayahkanku. Ketika aku telah putus asa untuk sembuh, dalam mimpi aku mendengar ada orang menyuruhku menziarahi makam Maisarah. Aku tahu yang dimaksud adalah Maisarah al-Absi, dan dengan menziarahnya aku akan memperoleh ubat penyakitku ini. Ketika terbangun, aku berniat kuat untuk menziarahinya. Setelah melalui makamnya tiga tahun lalu, aku sudah melupakan keberadaan Maisarah r.a. sebelum mimpi itu muncul. Oleh kerana itu, aku yakin mimpi itu benar.

Aku memantapkan diri untuk menziarahinya pada hari Arafah 1308 H. Aku memutuskan untuk bermalam di daerah yang dekat dengan makamnya yang bernama Wadi ‘Arah, di rumah ‘Abdul Karim Affandi bin Muhammad Husain Abdul Hadi. Ia sangat menghormatiku sebagai tamunya dan menjamuku dengan sangat baik.

Malamnya, aku merasa sehat kembali lebih dari sebelumnya, padahal selama berbulan-bulan aku minum berbagai macam ubat dan mengikuti saran beberapa dokter terkenal. Pagi harinya, aku berangkat untuk berziarah. Aku sampai ke makamnya di siang hari ketika banyak orang berziarah ke sana. Di makamnya, aku membaca surah-surah pendek dan kitab Dalail al-Khairat. Kemudian aku pulang dengan penuh rasa syukur dan pujian kepada Allah. Secara perlahan-lahan aku sehat kembali, hingga hilanglah penyakitku itu secara total. Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Sumber : Kitab Jami Al Karamat Al Auliya Karangan Syeikh Yusof Al Nabhani

MUSUH ALLAH


Pada suatu ketika secara bersamaan Junaid dan Syibli jatuh sakit. Seorang tabib yang beragama Kristian mengunjungi Syibli.

"Apakah keluhannmu?'. si tabib bertanya:

'Tidak ada", jawab Syibli.

"Apa?", jawab si tabib.

"Aku tidak merasa sakit", jawab Syibli.

Kemudian si tabib mengunjungi Junaid.

"Apakah keluhanmu? ia bertanya kepada Junaid.

Junaid mengatakan setiap hal yang dirasakannya dengan sejelas-jelasnya. Tabib Kristian itu memberikan ubat, kemudian pergi. Di belakang hari Junaid dan Syibli bertemu.

"Mengapakah engkau sudi menerangkan semua keluhanmu kepada seorang Kristian?", Syibli bertanya kepada Junaid.

"Agar si tabib Kristian itu menyedari, jika sahabatNya sendiri diperlakukanNya seperti itu, apakah yang akan dilakukanNya terhadap musuhNya nanti", jawab Junaid. Kemudian ia balik bertanya kepada Syibli:

"Dan mengapakah engkau tidak mahu mengatakan keluhan-keluhanmu kepadanya?"

"Aku merasa malu untuk menyampaikan keluh kesahku kepada musuh Sahabatku!", jawab Syibli.

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.

KISAH SEDEKAH KEPADA PELACUR, ORANG KAYA DAN PENCURI


 Dari Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menceritakan tentang seorang lelaki (dari Bani Israil). Lelaki itu berkata (dalam hatinya), “Sungguh saya akan memberi satu sedekah (pada malam ini), maka ia keluar membawa harta sedekahnya, lalu (dengan diam-diam) ia letakkan sedekahnya itu di tangan seorang pencuri  (tanpa ia ketahui bahwa orang itu pencuri). Pagi harinya orang-orang ramai membicarakan bahwa  seorang pencuri telah diberi sedekah (tadi malam). Maka lelaki itu berkata, “Allahumma lakal hamdu (Ya Allah! Bagi-Mu segala puji. Sedekahku telah jatuh ke tangan seorang pencuri).”

(Pada malam kedua ia berniat lagi) katanya, “Aku akan memberi sedekah lagi.” Maka ia pun keluar membawa sedekahnya, lalu (dengan diam-diam) ia meletakkannya di tangan seorang wanita pelacur (tanpa ia ketahui bahwa wanita itu pelacur). Pagi harinya orang-orang pun  ramai membicarakan bahwa seorang pelacur telah diberi sedekah (tadi malam). Maka lelaki itu berkata, “Allahumma lakal hamdu (Ya Allah! Bagi-Mu segala puji. Sedekahku telah jatuh ke tangan seorang pelacur).”

(Pada malam ketiga ia pun berniat lagi) katanya, “Aku akan memberi satu sedekah.” Maka ia keluar membawa sedekahnya, lalu (dengan diam-diam) ia meletakkannya di tangan orang kaya (tanpa diketahuinya bahwa ia orang kaya). Pagi harinya orang-orang ramai membicarakan bahwa orang kaya telah di diberi sedekah (tadi malam). Maka lelaki itu berkata “Allahumma lakal hamdu (Sedekahku telah jatuh ke tangan) seorang pencuri,pezina dan orang kaya).”

Kemudian ia dimimpikan oleh seseorang bahwasanya dikatakan padanya, ‘(Sedekahmu telah diterima). Adapun sedekahmu pada seorang pencuri, maka kerananya ia telah berhenti dari perbuatan mencurinya; adapun sedekahmu pada seorang pelacur, maka kerananya ia telah berhenti dari perbuatan lacurnya; dan adapun sedekahmu pada orang kaya, maka kerananya ia telah mendapat pelajaran sehingga ia pun mulai menginfakkan harta yang telah dikurniakan Allah kepadanya (di jalan Allah)’.” (HR. Bukhari dan muslim).

Sumber : Kitab Tafsir Munir Karangan Syeikh Wahbah Az Zuhaili.

ABU UTSMAN AL HIRI DAN HAMBA PEREMPUAN


Seorang saudaragar telah membeli seorang hamba perempuan seharga seribu dinar di Nishapur. Ia berhutang kepada seorang di kota lain. Si saudagar hendak pergi ke sana dengan segera untuk menagih hutangnya itu. Tetapi di kota Nishapur tak seorang pun yang dapat dipercayainya untuk menjaga hamba perempuannya itu. Oleh kerana itu pergilah ia menemui Abu' 'Utsman al-Hiri dan menjelaskan masalah yang dihadapinya itu. Mula-mula Abu 'Utsman menolak untuk menjaga hamba perempuan itu, tetapi si saudagar tetap meminta pertolongannya:

"Izinkanlah dia tinggal di dalam haremmu. Aku akan kembali dalam waktu secepatnya".

Akhirnya Abu 'Utsman menyerah dan si saudagar meninggalkan tempat itu. Tanpa disengaja terpandanglah gadis itu oleh Abu 'Utsman dan ia pun tergila-gila kepadanya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Akhirnya pergilah ia ke rumah gurunya Abu Hafshin bin Haddad, untuk meminta nasehat. Abu Hafshin bin Haddad menasihatkan:

"Pergilah ke Rayy dan mintalah nasihat kepada Yusuf bin al-Husain".

Maka berangkatlah Abu 'Utsman ke negeri Iraq. Ketika sampai di kota Rayy, ditanyakannya tempat tinggal Abu Yusuf bin al-Husain. Tetapi orang-orang mencegahnya ke sana.

"Apakah urusanmu dengan manusia bid'ah yang terkutuk itu? Engkau tampaknya sebagai seorang yang saleh, bergaul dengannya berarti menjerumuskan dirimu sendiri".

Sedemikian banyak keburukan-keburukan Yusuf yang diperkatakan orang sehingga Abu 'Utsman menyesal, mengapa ia sampai datang ke kota Rayy itu. Akhirnya ia pun kembali ke Nishapur.

"Apakah engkau telah bertemu dengan Yusuf bin al-Husain?" satu pertanyaan Abu Hafshin menyambut kedatangannya di Nishapur.

"Tidak", jawab Abu 'Utsman.

"Mengapa tidak?" tanya Abu Hafshin.

"Aku dengar segala tingkah laku Yusuf", kemudian lalu dikisahkannya segala sesuatu yang disampaikan penduduk Rayy kepadanya. "Oleh kerana itulah aku tidak pergi menemuinya dan kembali ke Nishapur".

"Kembalilah ke Rayy, dan temuilah Yusuf", Abu Hafshin mendesak 'Utsman.

Abu "Utsman pergi lagi ke Rayy dan sekali lagi bertanya-tanya, di manakah tempat tinggal Yusuf. Dan penduduk kota Rayy seratus kali lebih banyak memburuk-burukkan Yusuf daripada sebelumnya.

"Aku mempunyai suatu urusan penting dengan Yusuf", Abu 'Utsman menjelaskan kepada mereka.

Akhirnya mereka mahu juga menunjukkan kediaman Yusuf. Sesampainya di tempat Yusuf, dilihatnya seorang tua yang sedang duduk. Dan seorang remaja tampan yang tidak berjanggut berada di depannya. Si pemuda sedang menyajikan sebuah cembung dan cangkir. Wajahnya berseri-seri. Abu 'Utsman masuk, mengucapkan salam dan duduk. Syeikh Yusuf memulai pembicaraan, mengucapkan ajaran-ajaran yang sedemikian mulia dan luhur, membuat Abu 'Utsman terheran-heran. Akhirnya berkatalah Abu 'Utsman:

"Demi Allah, dengan kata-kata dan pemikiran-pemikiran seperti ini, apakah yang telah terjadi atas dirimu? Benjana arak dan seorang remaja yang belum berjanggut?"

"Remaja yang tidak berjanggut ini adalah puteraku, dan hanya sedikit orang yang tahu bahwa ia adalah puteraku", jawab Yusuf. "Aku sedang mengajarkan al-Qur'an kepadanya. Bejana arak ini, kebetulan aku temukan di tempat sampah. Bejana ini aku ambil, aku cuci dan aku isi air, sehingga aku dapat memberikan air kepada orang-orang yang ingin minum kerana selama ini aku tidak punya sebuah tempayan pun".

Abu 'Utsman bertanya pula, "Demi Allah, mengapakah engkau bertingkah laku seperti ini sehingga orang-orang mengatakan hal-hal yang bukan-bukan mengenai dirimu?"

"Aku bertingkah laku seperti ini agar tidak ada orang yang sudi menitipkan hamba perempuannya yang berbangsa Turki kepadaku".

Mendengar jawaban ini, Abu 'Utsman merebahkan dirinya di kaki sang syeikh. Sedarlah ia bahwa Yusuf sebenarnya telah mencapai tingkat kesalehan yang tinggi. 

Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariduddin Al Attar