Tuesday 25 February 2014

SALAMAH BIN AL-AKWA PAHLAWAN PASUKAN JALAN KAKI



Ilyas putera Salamah bin Al-Akwa, menyimpulkan keutamaan bapaknya dalam suatu kalimat singkat. 
"Bapakku tak pernah berdusta!" ujarnya singkat.

Memang, untuk mendapatkan kedudukan tinggi di antara orang-orang saleh dan budiman, cukuplah bagi seseorang memiliki sifat-sifat ini. Dan Salamah bin Al-Akwa telah memilikinya, suatu hal yang memang wajar baginya.

Salamah adalah salah seorang pemanah bangsa Arab yang terkenal, juga terbilang tokoh yang berani, dermawan dan gemar berbuat kebajikan. Dan ketika ia menyerahkan dirinya menganut agama Islam, diserahkannya secara benar dan sepenuh hati. Ia termasuk pula salah satu tokoh Baiatur Ridwan.

Pada tahun 6 H, Rasulullah SAW bersama para sahabat berangkat dari Madinah dengan maksud hendak berziarah ke Ka’bah, tetapi dihalangi oleh orang-orang Quraisy. Maka Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kepada mereka bahwa tujuan kunjungannya hanyalah untuk berziarah dan sekali-kali bukan untuk berperang.

Sementara menunggu kembalinya Utsman, tersiar berita bahwa ia telah dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Rasulullah lalu duduk di bawah naungan sebatang pohon menerima baiat sehidup semati dari sahabatnya seorang demi seorang.

"Aku mengangkat baiat kepada Rasulullah di bawah pohon, dengan pernyataan menyerahkan jiwa ragaku untuk Islam, lalu aku mundur dari tempat itu," tutur Salamah. "Tatkala mereka tidak banyak lagi, Rasulullah bertanya, 'Hai Salamah, kenapa kamu tidak ikut baiat?"

"Aku telah baiat, wahai Rasulullah," jawabku.

"Ulanglah kembali!" titah Nabi. 

"Maka ku ucapkanlah baiat itu kembali." 

Dan Salamah telah memenuhi isi baiat itu sebaik-baiknya. Bahkan sebelum diikrarkannya, yakni semenjak mengucapkan "Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah", maksud baiat itu telah dilaksanakan.

"Aku berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali, dan bersama Zaid bin Haritsah sebanyak sembilan kali!" kata Salamah.

Salamah terkenal sebagai tokoh paling mahir dalam peperangan jalan kaki, dan dalam memanah serta melemparkan tombak dan lembing. Siasat yang dijalankannya serupa dengan perang gerila yang kita jumpai sekarang ini. Jika musuh datang menyerang, ia menarik pasukannya mundur ke belakang. Tetapi bila mereka kembali untuk berhenti atau istirahat, maka diserangnya mereka tanpa ampun.

Dengan siasat seperti ini ia mampu seorang diri menghalau tentera yang menyerang luar Kota Madinah di bawah pimpinan Uyainah bin Hishan Al-Fizari dalam suatu peperangan yang disebut Perang Dzi Qarad. Ia pergi menyerang mereka seorang diri, lalu memerangi dan menghalau mereka dari Madinah, hingga akhirnya datanglah Nabi membawa bala bantuan yang terdiri dari sahabat-sahabatnya.

Pada hari itulah Rasulullah menyatakan kepada para sahabat, "Tokoh pasukan jalan kaki kita yang terbaik ialah Salamah bin Al-Akwa!"

Salamah juga tidak pernah merasa kesal dan kecewa kecuali ketika saudaranya yang bernama Amir bin Al-Akwa tewas di Perang Khaibar. 

Dalam peperangan itu Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik. Akan tetapi rupanya pedang yang digenggamnya hulunya itu melantur dan terbalik hingga menghunjam pada ubun-ubunnya yang menyebabkan kematiannya.

Beberapa orang berkata, "Kasihan Amir, ia terhalang mendapatkan mati syahid."

Maka pada saat itu, yang hanya sekali itulah dan tidak lebih, Salamah merasa amat kecewa sekali. Ia menyangka sebagaimana sangkaan para sahabat bahwa saudaranya itu tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid, disebabkan ia telah bunuh diri tanpa sengaja.

Namun, Rasulullah yang pengasih itu segera mendudukkan perkara pada tempat yang sebenarnya, yakni ketika Salamah datang bertanya, "Wahai Rasulullah, betulkah pahala Amir itu gugur?"

Maka jawab Rasulullah SAW, "Ia gugur bagai pejuang. Bahkan mendapat dua macam pahala. Dan sekarang ia sedang berenang di sungai-sungai surga."

Salamah juga terkenal dengan kedermawanannya, hingga ia akan mengabulkan permintaan orang termasuk jiwanya apapila permintaan itu atas nama Allah.

Hal ini rupanya diketahui oleh orang-orang. Maka jika seseorang ingin tuntutannya berhasil, ia akan berkata kepadanya, "Ku minta kepada anda atas nama Allah."

Mengenai hal ini, Salamah pernah berkata, "Jika bukan atas nama Allah, atas nama siapa lagi kita akan memberi?"

Sewaktu Utsman RA dibunuh orang, pejuang yang perkasa ini merasa bahwa api fitnah telah menyuluh kaum Muslimin. Ia seorang yang telah menghabiskan usianya selama ini berjuang bahu-membahu dengan saudara seagamanya, tak sudi berperang menghadapi saudara sesamanya.

Benar, seorang tokoh yang telah mendapat pujian dari Rasulullah SAW tentang keahliannya dalam memerangi orang-orang musyrik, tidaklah pada tempatnya menggunakan keahliannya itu dalam memerangi atau membunuh orang-orang mukmin. Itulah sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Madinah berangkat menuju Rabdzah, iaitu kampung yang dipilih oleh Abu Dzar dulu sebagai tempat hijrah dan pemukiman barunya.

Maka di Rabdzah ini Salamah melanjutkan sisa hidupnya. Pada suatu hari di tahun 74 H, hatinya merasa rindu berkunjung ke Madinah. Maka berangkatlah ia untuk memenuhi kerinduannya itu. Ia tinggal di Madinah selama satu dua hari. Dan pada hari ketiga ia pun wafat.

Demikianlah, seolah-olah tanahnya yang tercinta itu memanggil putranya ini untuk merangkul ke dalam pelukannya dan memberikan ruang baginya di lingkungan sahabat-sahabatnya yang memperoleh berkah bersama para syuhada yang saleh.

Monday 24 February 2014

KELEBIHAN MEMBACA ASMAA UL HUSNA


Allah s.w.t. telah berfirman yang bermaksud:

"ALLAH mempunyai Asmaa-Ul-Husna (nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat ALLAH S.W.T.), maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul-husna itu." - (Surah Al-A'raf:180)

"Katakanlah: "Serulah ALLAH atau serulah AR-RAHMAN. Dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai al asmaul husna (nama-nama yang terbaik)
"Dialah ALLAH, tiada Tuhan melainkan Dia, Dia mempunyai al-asmaul-husna (nama-nama yang baik)"- (Surah Thaha:8)

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad s.a.w. pernah bersabda:
"Sesungguhnya Allah s.w.t mempunyai 99 nama, iaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruhnya) masuklah ia kedalam syurga" - Riwayat Bukhari

Wednesday 19 February 2014

MENGESAN KEBATILAN SENI BELA DIRI





PELAJARAN SAIYIDINA ALI BIN ABI THALIB KEPADA 3 PENDETA YAHUDI



Dikala Umar bin Khattab memangku jawatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah, "Hai Khalifah Umar, Anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada Anda. Jika Anda dapat memberi jawapan kepada kami, barulah kami mahu mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawapan , bererti bahwa agama Islam itu batil dan Muhammad bukan seorang Nabi."

"Silakan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.

Jelaskan kepada kami tentang induk kunci langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya.  "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu. 

Khalifah Umar berfikir sejenak, kemudian berkata,"Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawapannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!"

Mendengar jawapan Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata, "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah batil!"

Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"

Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hassan, selamatkanlah agama Islam!"

Ali bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"

Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sayidina Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah peninggalan Rasulullah SAW. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hassan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu ku panggil!"

Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawapan itu, Ali bin Abi Thalib berkata, "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasulullah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"

Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, iaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"

"Ya baik!" jawab mereka.

"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali.

Mereka mulai bertanya, "Apakah induk kunci pintu-pintu langit?"

"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik laki-laki ataupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai kehadirat Allah!"

Para pendeta Yahudi bertanya lagi, "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"

Ali menjawab, "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"

Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut, "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"

"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali. "Nabi Yunus AS dibawa keliling ketujuh samudera!"

Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi, "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"

Ali lalu menjawab, "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman AS putera Nabi Dawud AS, Semut itu berkata kepada kaumnya, 'Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sedar!"

Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya, "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan diatas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun diantara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"

Ali menjawab, "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."

Setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Ali ra, dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu lalu mengatakan, "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"

Sunday 16 February 2014

KHAULAH AL AZWAR SRI KANDI ISLAM



Khaulah Al-Azwar merupakan seorang wanita yang hidup di zaman Sahabat RA. Khaulah memiliki kekuatan jiwa dan fizikal yang kuat. Susuk tubuhnya tinggi lampai dan tegap. Sejak kecil beliau sudah pandai bermain pedang dan tombak. Rasulullah s.a.w. telah membenarkan Khaulah menyertai angkatan peperangan muslimin bersama-sama mujahidah yang lain. 

Beliau adik kepada Zirar Al-Azwar yang kehandalannya di medan perang sememangnya tidak asing bagi bagi pencinta sirah Islam. Skil dan teknik bertempur ini turut diwariskan kepada Khaulah oleh ayahnya Al-Azwar. Khaulah lantas menjadi seorang wanita yang mahir berpedang dan berkuda. Jika diteliti sirah mujahidah ini, boleh dikatakan beliau ialah pahlawan muslimat paling handal dalam sejarah Islam.

Dalam perang Yarmuk, beliau menjadi salah seorang yang menonjol atau memimpin kaum wanita yang turut serta terlibat. Bahkan, beliau turut mengalami kecederaan di kepala dalam peperangan yang sangat bersejarah itu.

Namun, kisah kehandalannya bertempur yang paling masyhur adalah dalam satu operasi tentera Muslimin untuk menyelamatkan saudaranya Zirar yang telah ditawan tentera Rom sewaktu satu penggempuran di sekitar Damascus. Khaulah telah turut serta dalam operasi tersebut. Dengan berpakaian hitam, serban hijau dan menggunakan skarfnya sebagai topeng, beliau yang menyertai pasukan Khalid bin Al-Waleed meluncur laju ke arah musuh, bertempur dengan handal dan cermat; membantu tentera Muslimin yang ketika itu sudah keletihan berlawan. Raafe bin Umaira, panglima skuad sebelum ketibaan Khalid mengungkapkan ketakjubannya, “Beliau berlawan seperti Khalid, namun jelas beliau bukan Khalid”.

Khaulah mempamerkan kehandalannya berkuda dan bertempur dengan tombak. Beliau meluncur laju ke arah barisan Rom, membunuh seorang dengan tombaknya, lalu meluncur ke arah barisan Rom di bahagian lain dan mencederakan atau membunuh tentera Rom yang lain. Pertempurannya secara solo itu ibarat menjadi satu pertunjukan kepada tentera Muslimin yang lain di samping membangkitkan semangat mereka untuk terus berjuang. Beliau akhirnya mendedahkan identitinya yang pasti mengejutkan sesiapa yang mengetahui (dicatatkan Khalid hampir-hampir terjatuh dari kudanya). Akhirnya, tentera Muslimin, bersama Khaulah berjaya membebaskan panglima Zirar dalam satu operasi serangan berikutnya di Beit Lahiya, Gaza, Palestin. 

Sewaktu menyertai perang Sahura, Khaulah dan beberapa orang wanita telah ditawan oleh musuh. Mereka telah dikurung dan dikawal rapi beberapa hari lamanya tanpa senjata untuk melepaskan diri. 

Nampaknya tidak ada cara lain yang paling berkesan melainkan membakar semangat sahabat-sahabatnya yang lain, agar dapat bertindak pantas sebelum musuh mengapa apa-apakan mereka. Khaulah sedar Allah sendiri memberi jaminan bahawa kekuatan jiwa boleh mengalahkan kekuatan senjata. Maka Khaulah pun berkata:

"Wahai sahabat-sahabatku yg sedang berjuang di jalan Allah, apakah saudari-saudari sanggup menjadi tukang-tukang picit orang Rom? Apakah juga saudari semua sanggup menjadi hamba-hamba orang kafir yang dilaknati itu. Relakah saudarai dihina dan dicaci maki oleh orang Rom durjana itu? Dimanakah letaknya harga diri saudari sebagai seorang pejuang yang rindukan syurga Allah. Dimanakah letak kehormatan saudari sebagai seorang Islam yang bertaqwa? Sesungguhnya mati itu adalah lebih baik bagi kita semua daripada menjadi hamba-hamba orang Rom".

Seorang daripada mereka menjawab, "Sesungguhnya apa yang engkau katakan itu adalah benar. Demi Allah, kami semua mempunyai harga diri. Pedang lebih berguna dalam keadaan begini. Kalau kita lalai umpama kambing yang tidak bertanduk tifak (mempunyai senjata)". Masing-masing mengemukakan berbagai pendapat dan semuanya menunjukkan ingin mati syahid. Tidak seorangpun yang mahu menjadi tukang picit orang Rom. Tetapi malangnya mereka tidak mempunyai senjata hatta sebilah pisau pun tidak ada. Tetapi Khaulah tidak mati akal dia terus menjawab:

“Wahai wanita-wanita muslimin sekalian, tiang-tiang dan tali khemah ini sangat berguna bagi kita dan cukuplah ini saja senjata kita. Syahid lebih baik bagi kita dan inilah saja cara yang terbaik untuk kita melepaskan diri dari kehinaan ini, sebelum mereka dapat menyentuh kita atau menyentuh salah seorg dari kita. Mari kita bersumpah untuk bersatu dalam hal ini untuk menyerah diri kepada Allah. Sesungguhnya Allah akan menolong orang-orang yang menolongNYA”.

Masing-masing menjawab, “Demi Allah segala-segalanya katamu itu adalah benar. Kami tidak rela hidup dihina, syahid lebih baik bagi kami daripada hidup menanggung malu”.

Tekad para tawanan ini sudah bulat. Setelah menetapkan harinya maka mereka pun melaksanakan keputusan yang dibuat. Sebelum itu mereka berdoa sungguh-sungguh pada Allah dan bertaubat dengan segala dosa yang lalu. Menangis dan merayu memohon campakkan dalam hati mereka kekuatan jiwa yang kuat dan semoga Allah memudahkan pekerjaan dan berharap semoga datanglah bantuan-bantuan ghaib untuk menolong mereka. Khaulah telah memimpin segala urusan dalam pekerjaan berat itu, dia menyandang tiang kayu siap untuk berjuang. Sebelum itu dia memberi taklimat kepada anak-anak buahnya:

"Wahai saudari, jangan sekali-kali gentar dan takut. Kita semua harus bersatu dalam perjuangan ini dan jangan ada yang terkecuali, patahkan tombak mereka, hancurkan pedang mereka, perbanyakkan bacaan takbir dan yang penting ialah saudari mesti kuatkan hati saudari semua. Insya Allah pertolongan Allah sudah dekat".

Begitulah keyakinan Khaulah, berkat keberaniannya mereka semua terselamat dari segala bentuk bencana itu. Setelah mengikat segala yang perlu, dia diikuti oleh Ifra Bt Ghaffar, Ummi Bt Utbah, Salamah Bt Zari’, Ran’ah Bt Amalun, Salmah Binti Hu’man dan seluruh wanita lainnya. Khaulah mendahului memukul pengawal dengan tiang yang dibawanya lalu menamatkan riwayat tersebut. Wanita-wanita lain bila melihat itu, maka masing-masing bersedia menyerang pengawal-pengawal lain dan bertempurlah mereka dengan gagah berani. 

Orang-orang Rom ketakutan kerana serangan yang datang secara tiba-tiba. Khaulah berjaya merampas sebuah tombak lalu digunakan untuk bertempur sedangkan tiang di tangan kanannya digunakan sebagai melindungi dirinya dari tusukan tombak dan tebasan pedang. 

Akhirnya Khaulah dan semua wanita berjaya mencerai beraikan pasukan Rom dapat melepaskan diri dari kafir durjana dan kembali ke pasukan Islam dengan selamatnya.

Begitulah kisah seorang pahlawan muslimat yang hebat. Hebatnya tidak digambarkan pada masa kini. Bangkitlah pejuang-pejuang Islam semua. Usahlah dilayan dengan permasalahan hati lagi.

KEBIJAKSANAAN IMAM ABU HANIFAH DALAM BERHUJAH



Suatu ketika Abu Hanifah menjumpai Imam Malik yang tengah duduk bersama para sahabatnya. Setelah Abu Hanifah keluar, Imam Malik menoleh kepada mereka dan berkata, 'Tahukan kalian, siapa dia?" mereja menjawab, 'Tidak." Beliau berkata, 'Dialah Nu'man bin Tsabit, yang seandainya berkata bahwa tiang masjid itu emas, nescaya perkataannya menjadi dipakai orang sebagai hujah."

Tidaklah berlebihan apa yang dikatakan Imam Malik dalam menggambarkan diri Abu Hanifah, sebab beliau memang memiliki kekuatan dalam berhujjah, cepat daya tangkapnya, cerdas dan tajam wawasannya.

Buku sejarah dan kisah sangat banyak menggambarkan kekuatan hujahnya dalam menghadapi lawan bicaranya ketika berdebat, begitu pula ketika menghadapi penentang akidah. Semuanya membuktikan kebenaran pujian Imam Malik, 'Seandainya dia mengatakan bahwa tanah di tanganmu itu emas, maka engkau akan membenarkannya kerana alasannya yang tepat dan mengikuti pernyataannya." Bagaimana pula jika yang dipertahankan adalah kebenaran, dan hujahnya untuk membela kebenaran?"

Sebagai bukti, ada seorang dari Kuffah yang disesatkan oleh Allah. Dia termasuk orang terkenal dan didengari omongannya. Laki-laki itu menuduh di hadapan orang-orang bahwa Utsman bin Affan asalnya adalah Yahudi, lalu menganut Yahudi lagi setelah Islamnya.

Demi mendengar berita tersebut, Abu Hanifah bergegas menjumpainya dan berkata, 'Aku datang kepadamu untuk meminang putrimu yang bernama fulanah untuk seorang sahabatku." Dia berkata, 'Selamat atas kedatangan anda. Orang seperti Anda tidak layak ditolak keperluannya wahai Abu Hanifah. Akan tetapi, siapakah peminang itu?" beliau menjawab, 'Seorang yang terkemuka dan terhitung kaya di tengah kaumnya, dermawan dan ringan tangan, hafal Kitabullah, menghabiskan malam dengan satu ruku' dan sering menangis kerana takwa dan takutnya kepada Allah."

Laki-laki itu berkata, 'Wah.. wah.., cukup wahai Abu Hanifah, sebahagian saja yang Anda sebutkan sudah cukup baginya untuk meminang seorang putri Amirul Mukminin." Abu Hanifah berkata, 'Hanya saja ada satu hal yang perlu Anda pertimbangkan." Dia bertanya, 'Apakah itu?" Abu Hanifah berkata, 'Dia seorang Yahudi." Mendengar hal itu, orang itu terperanjat dan bertanya-tanya, 'Yahudi?! Apakah Anda ingin saya menikahkan putri saya dengan seorang Yahudi wahai Abu Hanifah? Demi Allah aku tidak akan menikahkan putriku dengannya, walaupun dia memiliki segalanya dari yang awal sampai yang akhir."

Lalu Abu Hanifah berkata, 'Engkau menolak menikahkan putrimu dengan seorang Yahudi dan engkau mengingkarinya dengan kerasnya, tapi engkau sebarkan berita kepada orang-orang bahwa Rasulullah saw. telah menikahkan kedua putrinya dengan Yahudi (yakni Utsman)?"

Seketika orang itu gemetaran tubuhnya lalu berkata, 'Asataghfirullah, aku memohon ampun kepada Allah atas kata-kata buruk yang aku katakan. Aku bertaubat dari tuduhan busuk yang saya lontarkan."

Contoh lain ada seorang khawarij bernama Adh-Dhahak Asy-Syari pernah datang menemui Abu Hanifah dan berkata:

Adh-Dhahak, 'Wahai Abu Hanifah, bertaubatlah Anda."

Abu Hanifah, 'Bertaubat dari apa?"

Adh-Dhahak, 'Dari pendapat Anda yang membenarkannya tahkim antara Ali dan Muawiyah."

Abu Hanifah, 'Mahukan Anda berdiskusi dengan saya dalam masalah ini?"

Adh-Dhahak, 'Baiklah, saya bersedia."

Abu Hanifah, 'Bila kita nanti berselisih paham, siapa yang akan menjadi hakim di antara kita?"

Adh-Dhahak, 'Pilihlah sesuka Anda."

Abu Hanifah menoleh kepada seorang Khawarij lain yang menyertai orang itu lalu berkata:

Abu Hanifah, 'Engkau menjadi hakim di antara kami." (dan kepada orang pertama beliau bertanya,) 'Saya rela kawanmu menjadi hakim, apakah engkau juga rela?"

Adh-Dhahak, 'Ya, saya rela."

Abu Hanifah, 'Bagaimana ini, engkau menerima tahkim atas apa yang terjadi di antara saya dan kamu, tapi menolak dua sahabat Rasulullah yang bertahkim?"

Maka orang itu pun mati kutu dan tak sanggup berbicara sepatah kata pun.

Contoh yang lain lagi, bahwa Jahm bin Sofwan, ketua kelompok Jahmiyah yang sesat, penyebar bid'ah dan ajaran sesat di bumi pernah mendatangi Abu Hanifah seraya berkata:

Jahm, 'Saya datang untuk membicarakan beberapa hal yang sudah saya persiapkan."

Abu Hanifah, 'Berdialog denganmu adalah cela dan larut dengan apa yang kamu bicarakan bererti neraka yang menyala-nyala."

Jahm, 'Bagaimana Anda boleh menuduh saya demikian, padahal Anda belum pernah bertemu denganku sebelumnya dan belum pernah mendengar pendapat-pendapat saya?"

Abu Hanifah, 'Telah sampai kepada saya berita-berita tentangmu yang telah berpendapat dengan pendapat yang tidak layak keluar dari mulut ahli kiblat (muslim).

Jahm, 'Anda menghakimi saya secara sepihak?"

Abu Hanifah, 'Orang-orang umum dan khusus sudah mengetahui perihal Anda, sehingga boleh bagiku menghukumi dengan sesuatu yang telah mutawatir khabarnya tentang Anda."

Jahm, 'Saya tidak ingin membicarakan dan menanyakan tentang apa-apa kecuali tentang keimanan."

Abu Hanifah, 'Apakah hingga saat ini kamu belum mengetahui juga tentang masalah itu hingga perlu menanyakan kepada saya?"

Jahm, 'Saya memang sudah paham, namun saya meragukan salah satu bahagiannya."

Abu Hanifah, 'Keraguan dalam keimanan adalah kufur."

Jahm, 'Anda tidak boleh menuduh saya kufur sebelum mendengar tentang apa yang menyebabkan saya kufur."

Abu Hanifah, 'Silakan bertanya!"

Jahm, 'Telah sampai kepadaku tentang seorang yang mengenal dan mengakui Allah dalam hatinya bahwa Dia tak punya sekutu, tak ada yang menyamai-Nya dan mengetahui sifat-sifat-Nya, lalu orang itu mati tanpa menyatakan dengan lisannya, orang ini dihukumi mukmin atau kafir?"

Abu Hanifah, 'Dia mati dalam kafir dan menjadi penghuni neraka bila tidak menyatakan dengan lidahnya apa yang diketahui oleh hatinya, selagi tidak ada penghalang baginya untuk mengatakannya."

Jahm, 'Mengapa tidak dianggap sebagai mukmin padahal dia mengenal Allah dengan sebenar-benarnya?"

Abu Hanifah, 'Bila Anda beriman kepada Al-Qur'an dan mahu menjadikannya sebagai hujjah, maka saya akan meneruskan bicara. Tapi jika engkau tidak beriman kepada Al-Qur'an dan tidak memakainya sebagai hujjah, maka bererti saya sedang berbicara dengan orang yang menentang Islam."

Jahm, 'Bahkan saya mengimani dan menjadikannya sebagai hujjah."

Abu Hanifah, 'Sesungguhnya Allah menjadikan iman atas dua sendi, iaitu dengan hati dan lisan, bukan dengan salah satu darinya. Kitabullah dan hadits Rasulullah jelas-jelas menyatakan hal itu:

'Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu Lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman, Maka catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.). Mengapa Kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada Kami, Padahal Kami sangat ingin agar Tuhan Kami memasukkan Kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh ?". Maka Allah memberi mereka pahala terhadap Perkataan yang mereka ucapkan, (iaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. dan Itulah Balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya)," (Al-Maidah: 83-85).

Kerana mereka mengetahui kebenaran dalam hati lalu menyatakannya dengan lisan, maka Allah memasukkannya ke dalam surga yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir kerana pernyataan keimanannya itu. Allah Ta'ala juga berfirman:

'Katakanlah (hai orang-orang mukmin): 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeza-bezakan seorang pun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya'," (Al-Baqarah: 136).

Allah menyuruh mereka mengucapkannya dengan lisan, tidak hanya cukup dengan ma'rifah dan ilmu saja. Begitu pula dengan hadits Rasulullah saw, 'Ucapkanlah, Laa ilaaha illallah, nescaya kalian akan beruntung."

Maka belumlah dikatakan beruntung bila hanya sekadar mengenal dan tidak dikukuhkan dengan kata-kata.

Rasulullah saw. bersabda, 'Akan dikeluarkan dari neraka barang siapa megucapkan laa ilaaha illallah.."

Dan Nabi tidak mengatakan, 'Akan dikeluarkan dari neraka barang siap yang mengenal Allah."

Kalau saja pernyataan lisan tidak diperlukan dan cukup hanya sekadar dengan pengetahuannya, nescaya Iblis juga termasuk mukmin, sebab dia mengenal Rabbnya, tahu bahwa Allahlah yang menciptakannya, juga yang akan membangkitkannya, tahu bahwa Allah menyesatkannya. Allah Ta'ala berfirman tatkala menirukan perkataannya.

'Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah," (Al-A'raf: 12).

Kemudian:

'Berkata Iblis, 'Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tanggulah kepadaku sampai hari manusia dibangkitkan'." (Al-Hijr: 36).

Juga firman Allah Ta'ala:

'Iblis menjawab, 'Kerana Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yagn lurus," (Al-A'raf: 16).

Seandainya apa yang engkau katakan itu benar, nescaya banyaklah orang-orang kafir yang dianggap beriman kerana mengetahui Rabbnya walaupun mereka ingkar dengan lisannya.

Firman Allah Ta'ala:

'Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini kebenarannya," (An-Naml: 14).

Padahal mereka tidak disebut mukmin meski meyakininya, justru dianggap kafir kerana kepalsuan lisan mereka.

Abu Hanifah terus menyerang Jahm bin Shafwan dengan hujjah-hujjah yang kuat, adakalanya dengan Al-Qur'an dan adakalanya dengan hadits-hadits. Akhirnya orang itu malu dan tampaklah raut kehinaan dalam wajahnya. Dia berjalan dari hadapan Abu Hanifah sambil berkata, 'Anda telah mengingatkan sesuatu yang telah saya lupakan, saya akan kembali kepada Anda." Lalu dia pergi untuk tidak kembali.

Kisah yang lain, sewaktu Abu Hanifah berjumpa dengan orang-orang atheis yang mengingkari Al-Khaliq. Beliau bercerita kepada mereka:

'Bagaimana pendapat kalian, jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang, penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal tersebut mengarungi samudera. Gelombangnya kecil dan anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapalnya sampai di tengah tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tempat yang di tuju sesuai dengan rencana tanpa goncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan kapal. Masuk akalkah cerita ini?"

Mereka berkata, 'Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak boleh diterima oleh akal, bahkan oleh khayal sekalipun, wahai syaikh. Lalu Abu Hanifah berkata, 'Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang dan benda-benda langit serta burung yang berterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan mengaturnya dengan cermat?! Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?"

Begitulah, Abu Hanifah menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyebarkan dakwah dengan kekuatan hujah yang dianugerahkan Al-Khaliq kepadanya. Beliau menghadapi para penentang dengan hujahnya yang tepat.

Tatkala ajal menjemputnya, ditemukan wasiat beliau yang berpesan agar dikebumikan di tanah yang baik, jauh dari segala tempat yang berstatus syubhat (tidak jelas) atau hasil ghasab.

Ketika wasiat itu didengar oleh khalifah Al-Manshur beliau berkata, 'Siapa lagi orang yang lebih bersih dari Abu Hanifah dalam hidup dan matinya."

Di samping itu, beliau juga berpesan agar jenazahnya kelak dimandikan oleh Al-Hasan bin Amarah. Setelah melaksanakan pesannya, Ibnu Amarah berkata, 'Semoga Allah merahmati Anda wahai Abu Hanifah, semoga Allah mengampuni dosa-dosa Anda kerana jasa-jasa yang telah Anda kerjakan, sungguh Anda tidak pernah putus asa selama tiga puluh tahun, tidak berbantal ketika tidur selama empat puluh tahun, dan kepergian Anda akan membuat lesu para fuqaha setelah Anda."

Friday 14 February 2014

KISAH NABI MUHAMMAD SAW DISIHIR OLEH YAHUDI



Peristiwa Yahudi menyihir Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan turunnya kedua surah serentak (Surah Al-Falaq dan An-Nas) tatkala Rasulullah SAW balik dari Hudaibiah dalam bulan Zulhijjah tahun tujuh hijriah.

Setelah selesai perang Khaibar maka datanglah ketua-ketua Yahudi bertemu seorang tukang sihir Yahudi yang bernama Labid bin Aksam dari Bani Zuraiq, bertujuan untuk melakukan sihir ke atas Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Dengan kerjasama daripada seorang budak Yahudi yang juga khadam nabi, mereka telah mencuri sikat rambut Nabi beserta rambut yang terdapat pada gigi sikatnya.

Bersama bahan-bahan tersebut dibuat patung berupa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam daripada lilin, lalu ditikam dengan sebelas bilah jarum dan disimpul dengan sebelas ikatan. Maka di takdirkan, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam pun terkena sihir selama 40 hari. Pada suatu hari ketika Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam tidur maka datanglah dua malaikat, seorang di kepala dan seorang di kaki.

Disebut dalam banyak hadis sahih, seperti riwayat daripada Ibnu Abbas, Ibnu Abbas r.a., Ibnu Majjah, Muslim, An-Nasai r.a. dll.

Daripada Syaidatina Aisyah r.ha. menceritakan, bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam mengalami sakit tenat, sehingga Baginda berasa tidak keruan dan mengigau kerananya. Perkara yang telah dilakukan, Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam merasa ragu-ragu samada sudah dilakukan atau tidak dan Baginda merasakan telah melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak dilakukannya. Kerana itu pada suatu hari atau suatu malam Rasulullah berdoa, kemudian berdoa dan berdoa lagi. Lalu datang dua malaikat berupa dua orang laki-laki menemui Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam ketika Baginda sedang tidur. Salah seorangnya duduk di sebelah kepala manakala yang seorang lagi di sebelah kaki Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

Malaikat yang berada di sebelah kaki bertanya kepada malaikat yang berada di sebelah kepala Baginda Sallallahu Alaihi Wasallam: “Apakah sebenarnya yang dideritai oleh Muhammad ini?”
Malaikat yang di kepala: “Thabb.”
Malaikat yang di kaki: “Apakah Thabb itu?”
Malaikat yang di kepala: “Sihir.”
Malaikat yang di kaki: “Siapakah yang menyihirnya?”
Malaikat yang di kepala: “Lubaid Al A’sham, orang Yahudi.”
Malaikat yang di kaki: “Dengan apa disihirnya?”
Malaikat yang di kepala: “Sikat dan rambut yang gugur beserta mayang kurma kering.”
Malaikat yang di kaki: “Di manakah sihir itu diletakkan?”
Malaikat yang di kepala: “Dalam bungkusan daun tamar di bawah batu besar dalam telaga keluarga Zarwan.”
Malaikat yang di kaki: “Dengan apakah kita akan merawat dan memulihkan Muhammad ini?”

Maka yang seorang lagi membacakan beberapa ayat dari al-Quran, iaitu Surah ‘Mu’awwidataini’(Surah Al-Falaq & Surah An-Nas).

Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam kemudiannya terjaga dari tidur, lalu mengutus Saidina Ali, Saidina Zubir dan Ammar ibnu Yasir pergi ke telaga tersebut. Sesampainya di sana, mereka melihat air telaga itu seperti rendaman daun inai, kemerah-merahan darah warnanya, manakala pokok kurmanya kelihatan bagaikan kepala-kepala syaitan. Mereka menimba airnya dan mengangkat seketul batu besar, kemudian menemui ‘bungkusan berikat’ tersebut lalu mereka mengambil dan mengeluarkannya dari telaga itu, seterusnya bungkusan berikat itu disampaikan pada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

Pada bungkusan tersebut terdapat sebelas simpulan bersama sikat rambut, gigi sikatnya dan sebelas jarum. Kemudian Rasulullah membaca ‘Surah Mu’awwidataini’ iaitu dua surah yang diturunkan kepada Baginda dalam mimpi semalam. Setiap kali dibaca satu ayat dari kedua-dua surah tersebut (Surah Al-Falaq & Surah An-Nas), terurailah satu ikatan, sehinggalah terurai kesemua simpulannya. Maka dengan takdir-Nya, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dapat berdiri dan seakan-akan baru terungkai dan terlepas dari belenggu ikatan. Apabila dicabut pula satu persatu jarum tersebut, terasa sakit dalam tubuh Baginda yang kemudiannya beransur hilang.

Anas ibnu Malik ra menceritakan, “Bahawa ada seorang Yahudi berbuat sesuatu terhadap Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Maka kerana hal tersebut, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam mengalami sakit tenat, ketika para sahabat datang menjenguknya, mereka menyangka, bahawa hal itu hanyalah disebabkan sakit biasa. Kemudian datanglah malaikat Jibril dengan membawa turun kedua-dua surah ini; malaikat Jibril akan mengubatinya dengan membacakan kedua surah itu. Lalu Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. keluar menemui para sahabatnya dalam keadaan sihat dan segar-bugar.”

Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak membakarnya?” Baginda menjawab: “Tidak. Adapun aku, maka Allah sudah menyembuhkan aku, dan aku tidak suka kalau aku membuat keburukan kepada manusia.” Lalu Baginda memerintahkan agar dipendam barangan sihir itu.” (Hadis Riwaat Ibnu Majjah r.a.)

Dalam hadis lain: “Bahawasanya, Allah SWT telah menyembuhkan aku dan aku tidak mahu hal ini menjadi fitnah di kalangan manusia dan aku telah sembuh.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Ketika hal itu disampaikan kepada si Yahudi tersebut, maka dia tidak lagi berani sama sekali menunjukkan mukanya pada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

Wednesday 12 February 2014

GAMBAR SEBENAR MAKAM RASULULLAH SAW



Beberapa gambar palsu makam Rasulullah SAW telah beredar di internet sejak sekian lama. Siapakah yang mula-mula menghantar dan menyebarkan gambar-gambar palsu ini di internet tidaklah diketahui.

Penipuan tersebut telah menimbulkan banyak kekeliruan bertujuan untuk mempermain-mainkan umat Islam dan boleh merosakkan akidah umat Islam. Ada pula orang telah mengambil kesempatan menjual gambar palsu itu dalam bentuk poster dan boleh dibeli di kedai buku atau kaset. Individu Muslim yang kurang usul-periksa pula telah membeli poster palsu itu, lantas menempah bingkai gambar yang besar lagi cantik untuk diletakkan di dinding rumah. Bila ditanya, dia mendakwa itulah makam Rasulullah, tanpa mengetahui dia telah tertipu.




Makam (pusara) Rasullullah SAW terletak di sebelah Timur Masjid Nabawi. Di tempat ini dahulu terdapat dua rumah, iaitu rumah Rasulullah SAW bersama Aisyah dan rumah Ali dengan Fatimah. Sejak Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 H (632 M), rumah Rasullullah SAW terbagi dua. Bahagian Selatan untuk makam Rasulullah SAW dan bahagian Utara untuk tempat tinggal Aisyah. Sejak tahun 678 H. (1279 M) di atasnya dipasang Kubah Hijau (Green Dome). Dan sampai sekarang Kubah Hijau tersebut tetap ada. Jadi tepat di bawah Kubah Hijau itulah lokasi bernama hujrah al-musyarrafah atau kamar yang dimuliakan di mana jasad Rasullullah SAW dimakamkan oleh keluarga Baginda. Di situ juga dimakamkan kedua sahabat, Abu Bakar (Khalifah Pertama) dan Umar (Khalifah Kedua) yang dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulullah SAW.


Saturday 8 February 2014

SALMAN AL-FARISY PENCARI KEBENARAN



Sesungguhnya sesiapa yang mencari kebenaran, pasti akan menemuinya. Kisah ini adalah kisah benar pengalaman seorang manusia mencari agama yang benar (hak), iaitu pengalaman Salman Al FarisyMarilah kita semak Salman menceritakan pengalamannya selama mengembara mencari agama yang hak itu. Dengan ingatannya yang kuat, ceritanya lebih lengkap, terperinci dan lebih terpercaya. seorang sahabat Rasulullah saw.Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma berkata, "Salman al-Farisi Radhiyallahu 'Anhu menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Kata Salman, "Saya pemuda Parsi, penduduk kota Isfahan, berasal dari desa Jayyan. Bapaku pemimpin Desa. Orang terkaya dan berkedudukan tinggi di situ. Aku adalah insan yang paling disayangi ayah sejak dilahirkan. Kasih sayang beliau semakin bertambah seiring dengan peningkatan usiaku, sehingga kerana teramat sayang, aku dijaga di rumah seperti anak gadis.Aku mengabdikan diri dalam Agama Majusi (yang dianut ayah dan bangsaku). Aku ditugaskan untuk menjaga api penyembahan kami supaya api tersebut sentiasa menyala.Ayahku memiliki kebun yang luas, dengan hasil yang banyak Kerana itu beliau menetap di sana untuk mengawasi dan memungut hasilnya. 

Pada suatu hari bapa pulang ke desa untuk menyelesaikan suatu urusan penting. Beliau berkata kepadaku, "Hai anakku! Bapa sekarang sangat sibuk. Kerana itu pergilah engkau mengurus kebun kita hari ini menggantikan Bapa.''Aku pergi ke kebun kami. Dalam perjalanan ke sana aku melalui sebuah gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka sedang sembahyang. Suara itu sangat menarik perhatianku.Sebenarnya aku belum mengerti apa-apa tentang agama Nasrani dan agama-agama lain. Kerana selama ini aku dikurung bapa di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapapun. Maka ketika aku mendengar suara mereka, aku tertarik untuk masuk ke gereja itu dan mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Aku kagum dengan cara mereka bersembahyang dan ingin menyertainya.Kataku, "Demi Allah! ini lebih bagus daripada agama kami."Aku tidak berganjak dari gereja itu sehinggalah petang. Sehingga aku terlupa untuk ke kebun.Aku bertanya kepada mereka, "Dari mana asal agama ini?""Dari Syam (Syria)," jawab mereka.Setelah hari senja, barulah aku pulang. Bapa bertanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau kepadaku.Jawabku, "Wahai, Bapa! Aku bertemu dengan orang sedang sembahyang di gereja. Aku kagum melihat mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang sembahyang seperti itu. Kerana itu aku berada di gereja mereka sampai petang."Bapa menasihati akan perbuatanku itu. Katanya, "Hai, anakku! Agama Nasrani itu bukan agama yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu (Majusi) lebih baik dari agama Nasrani itu!"Jawabku, "Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah yang lebih baik dari agama kita."Bapa khuatir dengan ucapanku itu. Dia takut kalau aku murtad dari agama Majusi yang kami anuti. Kerana itu dia mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai.

Ketika aku beroleh kesempatan, kukirim surat kepada orang-orang Nasrani minta tolong kepada mereka untuk memaklumkan kepadaku andai ada kafilah yang akan ke Syam supaya memberitahu kepadaku. Tidak berapa lama kemudian, datang kepada mereka satu kafilah yang hendak pergi ke Syam. Mereka memberitahu kepadaku.Maka aku berusaha untuk membebaskan diri daripada rantai yang membelengu diriku dan melarikan diri bersama kafilah tersebut ke Syam.Sampai di sana aku bertanya kepada mereka, "Siapa kepala agama Nasrani di sini?""Uskup yang menjaga "jawab mereka.Aku pergi menemui Uskup seraya berkata kepadanya, "Aku tertarik masuk agama Nasrani. Aku bersedia menadi pelayan anda sambil belajar agama dan sembahyang bersama-sama anda."'Masuklah!" kata Uskup.Aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai pelayan.Setelah beberapa lama aku berbakti kepadanya, tahulah aku Uskup itu orang jahat. Dia menganjurkan jama'ahnya bersedekah dan mendorong umatnya beramal pahala. Bila sedekah mereka telah terkumpul, disimpannya saja dalam perbendaharaannya dan tidak dibahagi-bahagikannya kepada fakir miskin sehingga kekayaannya telah berkumpul sebanyak tujuh peti emas.Aku sangat membencinya kerana perbuatannya yang mengambil kesempatan untuk mengumpul harta dengan duit sedekah kaumnya. tidak lama kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul hendak menguburkannya.Aku berkata kepada mereka, 'Pendeta kalian ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah dan digembirakannya kalian dengan pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan sedekah kepadanya disimpannya saja untuk dirinya, tidak satupun yang diberikannya kepada fakir miskin."Tanya mereka, "Bagaimana kamu tahu demikian?"Jawabku, "Akan kutunjukkan kepada kalian simpanannya."Kata mereka, "Ya, tunjukkanlah kepada kami!"Maka kuperlihatkan kepada mereka simpanannya yang terdiri dan tujuh peti, penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata, "Demi Allah! Jangan dikuburkan dia!"Lalu mereka salib jenazah uskup itu, kemudian mereka lempari dengan batu. Sesudah itu mereka angkat pendeta lain sebagai penggantinya. 

Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah kulihat orang yang lebih zuhud daripadanya. Dia sangat membenci dunia tetapi sangat cinta kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Kerana itu aku sangat menyukainya, dan lama tinggal bersamanya.Ketika ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, "Wahai guru! Kepada siapa guru mempercayakanku seandainya guru meninggal. Dan dengan siapa aku harus berguru sepeninggalan guru?"Jawabnya, "Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang pendeta di Mosul, yang belum merubah dan menukar-nukar ajaran-ajaran agama yang murni. Hubungi dia di sana!"Maka tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di Mosul. Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah meninggal itu.Kata pendeta Mosul, "Tinggallah bersama saya."Aku tinggal bersamanya. Ternyata dia pendeta yang baik. Ketika dia hampir meninggal, aku berkata kepada nya, "Sebagaimana guru ketahui, mungkin ajal guru sudah dekat. Kepada siapa guru mempercayai seandainya guru sudah tiada?"Jawabnya, "Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang pendeta di Nasibin. Hubungilah dia!"Ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di Nasibin. Kepadanya kuceritakan pengalamanku serta pesan pendeta Mosul.Kata pendeta Nasibin, "Tinggallah bersama kami!"Setelah aku tinggal di sana, ternyata pendeta Nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan belajar dengannya sehinggalah beliau wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu perihalku maka kepada siapa harusku berguru seandainya guru meninggal?"Jawabnya, "Hai, anakku! Aku tidak tahu lagi pendeta yang masih memegang teguh agamanya, kecuali seorang pendeta yang tinggal di Amuria. Hubungilah dia!"

Aku pergi menghubungi pendeta di Amuria itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku.Katanya, "Tinggallah bersama kami!Dengan petunjuknya, aku tinggal di sana sambil mengembala kambing dan sapi. Setelah guruku sudah dekat pula ajalnya, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu urusanku. Maka kepada siapakah lagi aku akan anda percayai seandainya guru meninggal dan apakah yang harus kuperbuat?"Katanya, "Hai, anakku! Setahuku tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berpegang teguh dengan agama yang murni seperti kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah Arab akan muncul seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Nabi Ibrahim.Kemudian dia akan berpindah ke negeri yang banyak pohon kurma di sana, terletak antara dua bukit berbatu hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mahu menerima dan memakan hadiah, tetapi tidak mahu menerima dan memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia!"Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu segerombolan saudagar Arab dan kabilah "Kalb" lewat di sana. Aku berkata kepada mereka, "Jika kalian mahu membawaku ke negeri Arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan kambing-kambingku."Jawab mereka, "Baiklah! Kami bawa engkau ke sana."Maka kuberikan kepada mereka sapi dan kambing peliharaanku semuanya. Aku dibawanya bersama-sama mereka. Sesampainya kami di Wadil Qura aku ditipu oleh mereka. Aku dijual kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan Yahudi itu dan berkhidmat kepadanya sebagai hamba. 

Pada suatu hari anak saudara majikanku datang mengunjunginya, iaitu Yahudi Bani Quraizhah, lalu aku dibelinya daripada majikanku.Aku berpindah ke Yastrib dengan majikanku yang baru ini. Di sana aku melihat banyak pohon kurma seperti yang diceritakan guruku, Pendeta Amuria. Aku yakin itulah kota yang dimaksud guruku itu. Aku tinggal di kota itu bersama majikanku yang baru.Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah muncul. Tetapi baginda masih berada di Makkah menyeru kaumnya. Namun begitu aku belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da'wah yang baginda sebarkan kerana aku terlalu sibuk dengan tugasku sebagai hamba.Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah saw. berpindah ke Yastrib. Demi Allah! Ketika itu aku sedang berada di puncak pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikanku. Dan majikanku itu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba datang anak saudaranya mengatakan, "Biar mampus Bani Qaiah!( kabilah Aus dan Khazraj) Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di Quba' menyambut kedatangan lelaki dari Makkah yang mendakwa dirinya Nabi."Mendengar ucapannya itu badanku terasa panas dingin seperti demam, sehingga aku menggigil kerananya. Aku kuatir akan jatuh dan tubuhku akan menimpa majikanku. Aku segera turun dari puncak ponon, lalu bertanya kepada tamu itu, "Apa kabar anda? Cubalah khabarkan kembali kepadaku!"Majikanku marah dan memukulku seraya berkata, "Ini bukan urusanmu! Kerjakan tugasmu kembali!"

Keesokannya aku mengambil buah kurma seberapa banyak yang mampu kukumpulkan. Lalu kubawa ke hadapan Rasulullah saw..Kataku "Aku tahu tuan orang soleh. Tuan datang bersama-sama sahabat tuan sebagai perantau. Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekahkan kepada tuan. Aku lihat tuanlah yang lebih berhak menerimanya daripada yang lain-lain." Lalu aku hulurkan kurma itu ke hadapannya.Baginda berkata kepada para sahabatnya, "silakan kalian makan,...!" Tetapi baginda tidak menyentuh sedikit pun makanan itu apalagi untuk memakannya.Aku berkata dalam hati, "Inilah satu di antara ciri cirinya!"Kemudian aku pergi meninggalkannya dan kukumpulkan pula sedikit demi sedikit kurma yang terdaya kukumpulkan. Ketika Rasulullah saw. pindah dari Quba' ke Madinah, kubawa kurma itu kepada baginda.Kataku, "Aku lihat tuan tidak mahu memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma, sebagai hadiah untuk tuan."Rasulullah saw. memakan buah kurma yang kuhadiahkan kepadanya. Dan baginda mempersilakan pula para sahabatnya makan bersama-sama dengannya. Kataku dalam hati, "ini ciri kedua!"Kemudian kudatangi baginda di Baqi', ketika baginda menghantar jenazah sahabat baginda untuk dimakamkan di sana. Aku melihat baginda memakai dua helai kain. Setelah aku memberi salam kepada baginda, aku berjalan mengekorinya sambil melihat ke belakang baginda untuk melihat tanda kenabian yang dikatakan guruku.Agaknya baginda mengetahui maksudku. Maka dijatuhkannya kain yang menyelimuti belakangnya, sehingga aku melihat dengan jelas tanda kenabiannya.Barulah aku yakin, dia adalah Nabi yang baru diutus itu. Aku terus memeluk bagindanya, lalu kuciumi dia sambil menangis.Tanya Rasulullah, "Bagaimana khabar Anda?"Maka kuceritakan kepada beliau seluruh kisah pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan supaya aku menceritakan pula pengalamanku itu kepada para sahabat baginda. Lalu kuceritakan pula kepada mereka. Mereka sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.Berbahagilah Salman Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat. Berbahagialah Salman yang telah menemukan agama yang hak, lalu dia iman dengan agama itu dan memegang teguh agama yang diimaninya itu. Berbahagialah Salman pada hari kematiannya, dan pada hari dia dibangkitkan kembali kelak.

Salman sibuk bekerja sebagai hamba. Dan kerana inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. "Rasulullah saw. suatu hari bersabda kepadaku, "Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!" Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.Kemudian Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepada saudara kalian ini." Mereka pun membantuku dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, setiap orang sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.Setelah terkumpul Rasulullah saw. bersabda kepadaku, "Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku."Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. 

Setelah selesai aku menghadap Rasulullah saw. dan memberitahukan perihalku, Kemudian Rasulullah saw. keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada baginda dan Rasulullah saw. pun meletakkannya di tangan baginda. Maka, demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.Untuk tebusan pohon kurma sudah dipenuhi, aku masih mempunyai tanggungan wang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah saw. membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas baginda bersabda, "Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?"Kemudian aku dipanggil baginda, lalu baginda bersabda, "Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!""Wahai Rasulullah saw., bagaimana status emas ini bagiku? Soalku inginkan kepastian daripada baginda.Rasulullah menjawab, "Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi kebaikan kepadanya." Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan.Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah saw. dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.'

Friday 7 February 2014

SAIDINA ALI KARRAMALLAHU-WAJHAH KEHILANGAN BAJU BESI


KHALIFAH Ali bin Abi Talib, telah kehilangan baju besinya dalam peperangan Shiffin. Selang beberapa hari kemudian, Ali r.a. telah melihat baju besinya dimiliki oleh seorang Yahudi. Ali r.a. menghampiri orang Yahudi itu lalu berkata:

“Baju besi yang ada padamu itu adalah baju aku, aku tidak pernah menjualnya atau memberikan kepada sesiapa pun.”
Berkata Yahudi itu: “ Tidak, baju ini adalah milikku dari dulu.”

Saidina Ali r.a. dan Yahudi itu tetap mempertahankan hak masing-masing. Akhirnya kedua mereka bersetuju untuk menemui hakim Syuraih untuk menyelesaikan masalah mereka. Ketika berada di hadapan hakim, Ali r.a. berhujah mempertahankan haknya dan begitu juga dengan orang Yahudi itu. Masing-masing mengaku sebagai pemilik baju besi berkenaan. Kata Saidina Ali r.a. “Yang Arif, baju besi yang ada pada orang Yahudi itu milik saya sejak dari dulu lagi.”

Berkata Hakim Syuraih kepada orang Yahudi, “Ali mengatakan baju yang ada padamu itu adalah miliknya, apa hujahmu?.”
Jawab orang Yahudi, “Tidak, baju besi ini adalah milik saya.”
Hakim Syuraih bertanya kepada Ali r.a. “Apakah Amirul Mukminin mempunyai bukti yang mengatakan baju besi itu milik Amirul Mukminin?”
“Ada, saya ada dua orang anak yakni Hasan dan Husin. Mereka memang tahu benar tentang baju besi kepunyaanku itu,” jelas Ali r.a.

Berkata Hakim Syuraih, “Kesaksian anak sendiri terhadap ayahnya tidak boleh diterima sebagai bukti menurut hukum.”
Kata hakim itu lagi, “Oleh kerana Amirul Mukminin tidak dapat mengemukakan dua saksi yang sah, maka aku memutuskan bahawa baju besi ini adalah milik orang yang memegangnya pada masa ini, iaitu orang Yahudi ini.” Kemudian Hakim Syuraih pun menutup perbicaraan.

Walaupun Saidina Ali r.a. adalah seorang Khalifah yang membolehkan dia mengambil tindakan atau mengenakan tekanan terhadap hakim untuk memenangkan dirinya tetapi, beliau tidak mengambil jalan itu. Sebaliknya, beliau patuh kepada keputusan mahkamah.

Orang Yahudi itu berasa amat hairan dengan sikap Saidina Ali r.a. yang mana beliau sebagai Amirul Mukminin patuh kepada keputusan mahkamah. Orang Yahudi itu juga hairan dengan sikap hakim yang bertindak menurut yang hak dari segi undang-undang, walaupun yang dihadapinya adalah seorang Amirul Mukminin.

Oleh kerana sangat terharu mengenangkan cara dan keputusan mahkamah yang mengikut peraturan Islam, maka orang Yahudi itu berkata kepada Ali r.a. dan Hakim Syuraih, “Aku bersaksi bahawa Islam adalah agama yang benar dan adil.”Ketika itu juga orang Yahudi itu memeluk Islam dan mengembalikan baju besi kepunyaan Saidina Ali.

KISAH TAUBAT IMAM FUDHAIL BIN ‘IYADH RAHIMAHULLAH



Beliau dilahirkan di Samarqand dan dibesarkan di Abi Warda, suatu tempat di daerah Khurasan.Tidak ada riwayat yang jelas tentang bila beliau dilahirkan, hanya saja beliau pernah menyatakan usianya waktu itu telah mencapai 80 tahun, dan tidak ada gambaran yang pasti tentang permulaan kehidupan beliau.

Sebagian riwayat ada yang menyebutkan bahwa dulunya beliau adalah seorang penyamun, kemudian Allah memberikan petunjuk kepada beliau dengan sebab mendengar sebuah ayat dari Kitabullah. Disebutkan dalam Siyar A’lam An-Nubala dari jalan Al-Fadhl bin Musa, beliau berkata: “Adalah Al-Fudhail bin ‘Iyadh dulunya seorang penyamun yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu Warda dan Sirjis. Dan sebab taubat beliau adalah kerana beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka tatkala beliau tengah memanjat tembok rumah wanita itu untuk melaksanakan hasratnya terhadap wanita tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca ayat:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَماَ نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ يَكُوْنُوا كَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتاَبَ مِنْ قَبْلُ فَطاَلَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ وَكَثِيْرٌ مِنْهُمْ فاَسِقُوْنَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang –orang yang beriman untuk tunduk hati mereka guna mengingat Allah serta tunduk kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang –orang yang sebelumnya telah turun Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan mayoritas mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Al Hadid: 16)

Maka tatkala mendengarnya beliau langsung berkata: “Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk bertaubat).” Maka beliau pun kembali, dan pada malam itu ketika beliau tengah berlindung di balik reruntuhan bangunan, tiba-tiba saja di sana ada sekelompok orang yang sedang lalu. Sebagian mereka berkata: “Kita jalan terus,” dan sebagian yang lain berkata: “Kita jalan terus sampai pagi, kerana biasanya Al-Fudhail menghadang kita di jalan ini.” Maka beliaupun berkata: “Kemudian aku merenung dan berkata: ‘Aku menjalani kemaksiatan-kemaksiatan di malam hari dan sebagian dari kaum muslimin di situ ketakutan kepadaku, dan tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul Haram’.”

Sungguh beliau telah menghabiskan satu masa di Kufah, lalu mencatat ilmu dari ulama di negeri itu, seperti Manshur, Al-A’masy, ‘Atha’ bin As-Saaib serta Shafwan bin Salim dan juga dari ulama-ulama lainnya. Sebelum beliau ke Mekah, beliau menuntut ilmu terlebih dahulu agar tidak melakukan perkara-perkara maksiat dan melanggar adab ketika di tanah haram. Dan adalah beliau memberi makan dirinya dan keluarganya dari hasil mengurus air di Mekah. Waktu itu beliau memiliki seekor unta yang beliau gunakan untuk mengangkut air dan menjual air tersebut guna memenuhi keperluan makanan beliau dan keluarganya.

Beliau tidak mahu menerima pemberian-pemberian dan juga hadiah-hadiah dari para raja dan pejabat lainnya, namun beliau pernah menerima pemberian dari Abdullah bin Al-Mubarak.

Dan sebab dari penolakan beliau terhadap pemberian-pemberian para raja diduga kerana keraguan beliau terhadap kehalalannya, sedang beliau sangat menitik beratkan agar tidak sampai memasuki perut beliau kecuali sesuatu yang halal.

Beliau wafat di Makkah pada bulan Muharram tahun 187 H.