Thursday 19 March 2015

PAKAR PERUBATAN YANG SERBA BOLEH DARI SYIRIA


Ibnu Al- Nafis memiliki nama lengkap Ala' al-Din Abu al-Hassan Ali ibn Abi-Hazm Al-Qarshi Al-Dimashqi. Selain dikenali sebagai doktor perubatan, Al-Nafis juga merupakan pakar anatomi, fisiologi, bedah, ophtamologi, penghafal Alquran, ahli hadits, ahli hukum hakam, novelis, sosiologi, sasterawan, astronomi, ahli bahasa, dan sejawaran.

Al-Nafis lahir pada tahun 1213 M di Damaskus, Syiria. Beliau menempuh pendidikan kedoktoran di Hospital Al- Nuri Damaskus. Ia menguasai pelbagai ilmu pengetahuan, kerana semasa remaja dan muda beliau menimba sangat banyak ilmu. Ketika berusia 23 tahun, Al-Nafis memutuskan untuk hijrah ke Kairo, Mesir. Ia memulai kariernya sebagai seorang doktor di Hospital Al-Nassri dan Hospital Al-Mansouri. 

Setelah enam tahun mengabdikan diri di dua hospital di kota Kairo itu, pada 1242 M, Al-Nafis menerbitkan karyanya yang berjudul The Commentary on Anatomy in Avicenna’s Canon. Dalam kitab itulah, ia berhasil mengungkapkan penemuannya dalam anatomi manusia. Penemuannya yang paling penting adalah mengenai sirkulasi paru-paru dan jantung.

Menginjak usia 31 tahun, Al-Nafis kembali menyelesaikan karyanya yang lain yang berjudul The Comprehensive Book on Medicine. Kitab itu sudah diterbitkan dalam 43 jilid pada tahun 1243 M – 1444 M. Pada tempoh berikutnya, Al-Nafis berhasil menyelesaikan karyanya di bidang perubatan hampir 300 jilid. Namun, dia hanya menerbitkan 80 volume.

Sebagai seorang penghafal Alquran dan ahli hadits, Al-Nafis memiliki latar belakang keagamaan yang begitu kuat. Beliau ternyata seorang Muslim Sunni. Al-nafis merupakan seorang sarjana di Sekolah Fiqh Syafi’i. Dalam bidang falsafah, doktor serba boleh itu juga menulis beberapa karyanya. Selain mengabdikan diri sebagai doktor, Al-Nafis pun mengajarkan Alquran dan Hadists.

Sang ilmuwan besar itu meninggal pada 17 Desember 1288 atau 11 Dzulqaidah 687 H. Di akhir hayatnya, Al-Nafis menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada Rumah Sakit Masuriyah agar digunakan bagi kepentingan masyarakat.

Dunia kedoktoran moden mengiktirafnya sebagai ahli fisiologi terhebat di era keemasan Islam pada abad ke-13 M. Dialah doktor pertama di muka bumi yang mampu merumuskan dasar-dasar sirkulasi(Physiology of the Circulatory System) menerusi penemuannya tentang sirkulasi dalam paru-paru, sirkulasi jantung, dan kapiler. 

Berkat jasanya yang sangat bernilai itulah, Ibnu Al-Nafis dianugerahi gelaran 'Bapa Fisiologi Sirkulasi’. Prestasi dan pencapaian gemilang yang ditorehkannya pada abad ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama beberapa abad menyatakan bahwa Sir William Harvey dari Kent, Inggeris yang hidup di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi paru-paru.

Kontribusi Al-Nafis dalam dunia perubatan tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai doktor yang menyokong kedoktoran ekperimental, postmortem otopsi, serta bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai doktor pertama yang menjelaskan konsep metabolisme. Tak hairan bila dia lalu mengembangkan aliran kedoktoran Nafsian tentang sistem anatomi, fisiologi, psikologi, dan pulsologi.

Selain memberi kontribusi yang begitu besar dalam bidang perubatan, Al-Nafis yang juga dikenal sebagai ilmuwan serba boleh itu turut berjasa mengembangkan ilmu keislaman. Al-Nafis berhasil menulis sebuah metodologi hadits yang memperkenalkan sebuah klasifikasi ilmu hadits yang lebih rasional dan logik. Al-Nafis pun dikenal sebagai seorang sastrawan. Ia menulis Theologus Autodidactu salah satu novel filosofis pertama dalam khazanah karya sastra Arab pertama.

Dalam William Osler Medal Essay, Edward Coppola sepakat bahawa Ibnu Al-Nafs adalah penemu sirkulasi paru-paru. Dalam esai itu, Coppola berkata, ‘’Teori sirkulasi paru-paru yang telah ditemukan Ibnu Al-Nafis pada abad ke-13 M sungguh tak dapat terlupakan. Berabad-abad setelah kematiannya, hasil investigasi anatomi yang dilakukannya telah banyak memberi pengaruh terhadap Realdo Colombo dan Valverde.’‘

Ahli sejarah lainnya, Imam Taj al-Din al-Subki (wafat 1370 M ) dan Ibnu Qadi Shuhba pun mengakui kehebatan Al-Nafis. Menurut keduanya, tak pernah ada doktor di dunia ini yang seperti Al-Nafis. ‘’Sebahagian orang mengatakan tak ada lagi doktor yang hebat setelah Ibnu Sina selain Ibnu Al-Nafis. Namun, sebahagian menyatakan bahwa Al-Nafis lebih baik dari Ibnu Sina,’‘ kata mereka.

No comments:

Post a Comment