Thursday, 3 May 2018
Pertemuan Nabi Dengan Utbah bin Rabi'ah
Setelah 'Utbah bin Rabi'ah terpilih sebagai utusan kaum Musyrikin Quraisy, maka pada suatu hari ia datang ke rumah Abu Thalib. Setelah ia bertemu dengan Abu Thalib (paman Nabi SAW), lalu meminta kepadanya supaya memanggil Nabi SAW ke rumahnya. Abu Thalib lalu mengabulkan permintaan itu, dan dengan segera Abu Thalib menyuruh seseorang untuk memanggil keponakannya. Setelah menerima panggilan itu, maka Nabi SAW segera datang kerumah pamannya.
Nabi SAW sama sekali tidak menyangka bahwa beliau sedang ditunggu-tunggu oleh 'Utbah di rumah pamannya. Oleh sebab itu, setibanya di rumah Abu Thalib beliau sedikit tercengang melihat 'Utbah ada di situ. Kemudian Nabi SAW duduk berhadapan dengan 'Utbah.
Setelah Nabi SAW dengan 'Utbah saling berpandangan, lalu 'Utbah berkata lebih dahulu :
"Hai anak laki-laki saudaraku ! Engkau sesungguhnya dari golongan kami, dan engkau telah mengetahui keadaan kita, bahwa kita bangsa Quraisy ini adalah sebaik-baik dan semulia-mulia bangsa Arab di dalam pergaulan dan bermasyarakat, sekarang engkau datang kepada bangsamu dengan membawa suatu perkara yang besar ! Engkau datang kepada bangsamu dengan membawa suatu perubahan yang amat berbahaya ! Tidakkah engkau merasa bahwa kedatanganmu itu telah memecah belah bangsamu yang telah berabad-abad bersatu, dan mencerai beraikan persaudaraan bangsamu yang telah lama sejalan, dan engkau telah membodoh-bodohkan orang-orang pandaimu, mencaci-maki apa-apa yang telah lama dipuja-puja para orang tuamu, engkau rendahkan apa-apa yang telah lama dimuliakan oleh nenek moyangmu dan bangsamu, engkau cela agama yang telah beratus tahun dipeluk oleh bangsamu dan para leluhurmu, dan engkau sesat-sesatkan pujangga-pujanggamu yang telah lewat. Kini bangsamu telah berpecah-belah dan bergolong-golong, disebabkan oleh perbuatanmu.
Kejadian yang demikian itu, kini telah tersiar di negara-negara lain. Maka dari itu kami sangat khawatir, apabila nanti bangsamu kedatangan musuh dari luar, dapatkah kita melawan dan mempertahankan kedudukan kita ? Sudah tentu tidak dapat. Sebab perpecahan di antara bangsamu itu kini semakin menjadi, yang tentu akan menyebabkan kelemahan pada bangsamu sendiri.
Oleh sebab itu, kedatanganku hari ini kepadamu, adalah atas nama bangsamu seluruhnya, dan hendak mengajukan kepadamu beberapa hal yang besar lagi sangat penting. Tetapi aku meminta kepadamu, bahwa sesudah aku mengatakannya, hendaklah engkau fikir dengan tenang dan engkau perhatikan benar-benar, jangan engkau tolak mentah-mentah belaka ! Agar supaya engkau nanti dapat menerima salah satu dari hal-hal yang akan kukatakan. Adapun tujuan kami tidak lain dan tidak bukan, supaya bangsamu yang mulia itu dapat bersatu kembali, seia sekata dan kembali berdamai seperti yang sudah-sudah".
Kemudian Nabi SAW. menjawab : "Katakanlah kepadaku segala sesuatu yang hendak engkau katakan, hai Abul Walid ! Aku akan mendengarkannya".
'Utbah bin Rabi'ah lalu berkata : "Saya akan bertanya lebih dahulu kepadamu Muhammad, sebelum saya mengatakan hal-hal yang akan saya katakan itu. Adakah engkau lebih baik daripada datukmu yang terhormat ('Abdul Muththalib) ?".
Nabi SAW waktu itu diam, tidak menjawab sepatah kata pun, 'Utbah lalu melanjutkan pembicaraannya : "Wahai anak laki-laki saudaraku ! Jika engkau menganggap bahwa dirimu lebih baik daripada orang-orang tuamu dan nenek moyangmu dahulu, maka katakanlah hal itu kepadaku, aku akan mendengarkannya. Dan jika engkau menganggap bahwa orang-orang tuamu dan nenek moyangmu itu lebih baik daripada engkau, padahal mereka itu dengan sungguh-sungguh menyembah dan memuliakan Tuhan-Tuhan yang engkau caci maki serta engkau hinakan sekarang ini, maka katakanlah hal itu kepadaku sekarang juga".
Nabi SAW tetap diam saja.
Lantas 'Utbah melanjutkan lagi pembicaraannya : "Sekarang bagai-mana Muhammad, apa yang menjadi kehendakmu dengan mengadakan agama baru itu ? Saya ingin tahu, Muhammad ! Jikalau dengan mengadakan agama baru itu engkau menginginkan harta benda, kami sanggup mengumpulkan harta benda buat engkau, sehingga engkau menjadi seorang yang paling kaya diantara kami. Jikalau engkau menghendaki kemuliaan atau ketinggian derajat, maka kami sanggup menetapkan engkau menjadi seorang yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya diantara kami, dan kamilah yang akan memuliakanmu. Jikalau engkau ingin menjadi raja, maka kami sanggup mengangkat engkau menjadi raja kami, yang memegang kekuasaan diantara kami, yang memerintah kami dan kami semuanya tidak akan berani memutuskan sesuatu perkara melainkan dengan idzinmu atau dari keputusanmu. Jikalau engkau menghendaki wanita-wanita yang paling cantik, sedang engkau tidak mempunyai kekuatan untuk mencukupi keperluan mereka, maka kami sanggup menyediakan wanita-wanita bangsa Quraisy yang paling cantik diatara wanita-wanita kami, dan pilihlah sepuluh orang atau berapa saja menurut kehendakmu, dan kamilah yang akan mencukupi keperluan mereka masing-masing, dan engkau tidak usah memikirkan keperluan mereka itu. Jikalau engkau sedang sakit, maka kami sanggup mengikhtiarkan obat dengan harta benda kami sampai engkau menjadi sehat kembali, sekalipun untuk itu harta benda kami habis, asalkan engkau sehat kembali, tidak apalah. Dan jikalau engkau menghendaki atau menginginkan hal-hal yang lain selain hal-hal itu, maka cobalah engkau katakan kepadaku, asal engkau mau menghentikan perbuatanmu seperti yang sudah-sudah ! Cobalah engkau katakan kepadaku, pilihlah salah satu dari hal-hal yang telah aku katakan, mana yang engkau suka, katakanlah padaku".
Ketika 'Utbah berkata-kata begitu, Nabi SAW diam sambil mendengarkan. Setelah itu beliau bertanya : "Apakah sudah selesai hal-hal yang engkau katakan kepadaku ?".
'Utbah menjawab : "Ya, saya selesaikan sekian dulu".
Lalu Nabi SAW bersabda, "Baiklah sekarang saya minta engkau mendengarkan perkataanku, sebagai jawaban kepadamu. Sukakah engkau mendengarkannya ?".
'Utbah menjawab, "Baiklah katakanlah kepadaku sekarang juga !".
Nabi SAW lalu membaca ayat-ayat Al-Qur'an firman Allah yang telah diturunkan kepada beliau beberapa hari yang lalu :
Haa Miim, Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (dari padanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata, "Hati kami tertutup dari apa yang kamu serukan kami kepadanya, di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka berbuatlah (sekehendak kamu) sesungguhnya kami akan berbuat (pula)". Katakanlah, "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah berpegang teguh kepada agama-Nya dan mohon ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan(Nya), (yaitu) orang-orang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya". Katakanlah, "Apakah sesungguhnya patut kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya ? (Yang bersifat) demikin itulah Tuhan semesta alam". Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa", keduanya menjawab, "Kami akan datang dengan suka hati". Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling maka katakanlah, "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Aad dan kaum Tsamud". Ketika rasul-rasul datang kepada mereka dari depan dan dari belakang (menyerukan), "Janganlah kamu menyembah selain Allah". Mereka menjawab, "Kalau tuhan kami menghendaki tentu Dia akan menurunkan Malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus membawanya".[Fushshilat : 1 - 14].
Baru sampai sekian Nabi SAW membaca ayat-ayat Al-Qur'an, maka dengan segera 'Utbah memotongnya, "Cukuplah Muhammad, cukuplah sekian dulu Muhammad, cukuplah sekian saja ! Apakah engkau dapat menjawab dan berkata dengan yang lain selain dari itu ?".
Nabi SAW menjawab, "Tidak !".
'Utbah bin Rabi'ah lalu diam, tidak dapat berkata lebih lanjut, semua yang hendak dikatakan, hilang musnah dengan sendirinya, segala rencana yang hendak dikemukakan untuk memperdayakan Nabi SAW lenyap dengan tidak disangka-sangka, bahkan hatinya sangat tertarik oleh bacaan yang didengarnya dari Nabi SAW. Oleh sebab itu, dengan segera ia lalu pulang ke rumahnya dengan membawa suatu perasaan yang sebelumnya tidak pernah dirasakannya.
Setelah 'Utbah kembali dari menemui Nabi SAW, beberapa hari ia hanya tinggal di rumah saja dan tidak berani keluar untuk menunjukkan mukanya kepada orang-orang yang mengutusnya. Karena malu menam-pakkan kegagalannya kepada mereka yang telah percaya kepadanya dan mengutusnya.
Oleh sebab itu para pemuka musyrikin Quraisy lalu datang ke rumahnya, untuk menanyakan tentang hasil yang diperolehnya sebagai seorang utusan yang terhormat. Pada waktu itu 'Utbah sangat berdebar hatinya, sangat pucat mukanya, karena dari ketakutannya kepada mereka. Sekalipun begitu, namun terpaksa ia melaporkan apa yang telah dikerjakannya sebagai seorang utusan yang amat dipercaya, mengutarakan hasilnya ketika bertemu dengan Nabi SAW, dan menerangkan jalannya percakapan antara dia dengan Nabi SAW, serta ucapan Nabi SAW sebagai jawaban atas pembicaraannya.
'Utbah terpaksa melaporkan kepada mereka, karena diantara mereka ada yang mendesaknya dengan cara mengejek, dia mengatakan,
"Sesungguhnya 'Utbah telah datang dari pertemuannya dengan Muhammad, tetapi kedatangannya kepadamu sekarang ini dengan wajah yang lain dari wajahnya ketika ia pergi kepada Muhammad".
Kemudian mereka berkata kepada 'Utbah, "Apa yang ada di belakangmu, wahai Abul Walid ?".
Lalu kata 'Utbah,
"Demi Allah, aku sudah menyampaikan kepada Muhammad semua yang diserahkan kepadaku. Sedikitpun aku tidak tinggalkan apa yang kamu katakan kepadaku, untuk kukemukakan kepada Muhammad, bahkan aku menambah beberapa keterangan yang sangat jitu dan penting pula".
Mereka berkata : "Ya, lalu bagaimana ? Apakah Muhammad memberi jawaban kepadamu ?".
'Utbah menjawab :
"Ya, dia memberi jawaban kepadaku, tetapi demi Allah, aku tidak mengerti yang diucapkan oleh Muhammad. Sungguh, sedikitpun aku tidak mengerti, melainkan aku mendengar darinya, bahwa ia mengancam kamu semua dengan petir, seperti petir yang diperguna-kan untuk membinasakan kaum 'Ad dan Tsamud".
Salah seorang dari mereka berkata :
"Celakalah engkau hai 'Utbah ! Mengapa engkau sampai tidak mengerti perkataannya ? Sedang ia ber-bicara dengan bahasa Arab, dan engkau berbicara kepadanya dengan bahasa Arab juga".
'Utbah menjawab : "Demi Allah ! Sungguh aku sama sekali tidak dapat mengerti perkataannya, melainkan ia menyebut-nyebut kata Shaa'iqah(petir)".
Mereka berkata : "Mengapa begitu, hai 'Utbah ?".
'Utbah menjawab :
"Demi Allah ! Selama hidupku belum pernah mendengar perkataan seperti perkataan Muhammad yang diucapkannya kepadaku. Karena perkataannya itu, kalau kuanggap syi'ir bukanlah syi'ir, karena ia memang bukan ahli syi'ir; dan kalau kuanggap perkataan tukang ramal, ia bukan seorang tukang ramal; dan kalau kuanggap perkataan orang gila, ia bukan orang gila. Sungguh perkataannya yang telah kudengar itu akan ada satu urusan penting. Sebab itu pada waktu itu aku tidak dapat menjawab perkataannya sepatahpun".
Selanjutnya, 'Utbah lalu mengemukakan harapan kepada mereka, "Sekarang sebaiknya Muhammad itu dibiarkan saja. Biarlah ia meneruskan usahanya itu, karena seruannya yang telah kudengar itu benar dan nyata semuanya ! Kita janganlah menghalang-halangi usaha-nya atau mengganggu perbuatannya atau merintangi seruannya ! Biar-kan bagaimana juga, biarlah ia terus, dan siapasaja yang akan mengikut kepadanya, biarkanlah !".
Lebih lanjut, 'Utbah berkata :
"Demi Allah ! Sebenarnya, seruan Muhammad itu, yang sering kudengar, semuanya adalah hal yang besar gunanya. Sebab itu, jikalau seruannya itu makin tersiar di kalangan kita, maka kiranya kamu akan memperoleh kehidupan yang sempurna, sehing-ga kamu akan dapat menaklukkan bangsa lain, dan dapat pula mengua-sai daerah bangsa lain. Bahkan apabila Muhammad itu mendapat keme-nangan, maka kemenangan Muhammad itu berarti kemenangan kamu, dan kekuasaan Muhammad itu berarti kekuasaan kamu; sehingga kamu akan menjadi suatu bangsa yang paling mulia, paling menang, paling gagah, paling berani dan paling ditakuti oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi ini. Karena kamu mempunyai orang seperti Muhammad. Oleh sebab itu baiklah sekarang biarkan sajalah Muhammad, dan biarkanlah saja seruannya !".
Mereka lalu berkata kepada 'Utbah : "Oh, celakalah engkau hai Abul-Walid ! Sebab sekarang engkau rupa-rupanya telah kena sihir Muhammad, dan agaknya engkau sudah terpengaruh oleh kata-kata yang biasa diucapkan oleh Muhammad".
'Utbah menjawab :
"Tidak begitu ! Sama sekali tidak ! Demi Allah ! Semua perkataan yang saya katakan tadi adalah perkataanku sendiri, dari buah fikiranku sendiri, dari hasil pendengaranku sendiri bukan karena aku telah tersihir oleh Muhammad !".
Mereka berkata : "Kalau memang betul engkau tidak terkena sihir Muhammad, cobalah engkau datang sekali lagi kepadanya, dan berundinglah sekali lagi dengan dia, agar ia jangan sampai melanjutkan perbuatannya seperti yang sudah-sudah itu. Tentang caramu berunding, terserah atas kepandaian dan kecakapanmu. Kami sudah percaya kepadamu. Cobalah datang lagi kepadanya !".
Oleh 'Utbah permintaan mereka itu diterima dengan gembira. Karena dengan kesombongannya ia masih merasa akan dapat menundukkan dan memperdayakan Nabi Muhammad SAW !.
Sumber : Ensiklopedia Sejarah Muhammad
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment