Saturday, 25 April 2015
KEJUJURAN DIBALAS KEMAKMURAN HARTA DAN JODOH
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali ra.a berkata dalam kitabnya Dzailu Thabaqatil Hanabilah(I :196) tentang biografi Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi Al-Baghdadi Al-Bazzaz Al-Anshari (wafat tahun 535 H. di Baghdad):
“Syaikh Shalih Abul Qasim Al-Khazzaz Al-Baghdadi menuturkan,”Aku mendengar Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari bercerita, ’Aku pernah tinggal di Mekah -semoga Allah menjaganya-. Pada suatu hari, aku ditimpa kelaparan yang dahsyat. Aku tidak memiliki apapun untuk melawan rasa lapar. Aku menemukan sebuah kantung sutera yang terikat dengan tali dari kain sutera pula. Aku mengambilnya dan membawanya pulang ke rumah. Aku membukanya dan ternyata isinya adalah sebuah kalung mutiara yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
Aku keluar, dan mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung itu. Ia membawa kantung berisi wang 500 dinar. Ia berkata, ”Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan kantungku yang berisi mutiara.” Aku berbisik dalam hati, ‘Aku sedang memerlukan dan lapar. Aku akan mengambil dinar tersebut dan memanfaatkannya. Aku akan mengembalikan kantung berisi mutiara ini kepadanya.’
Aku berkata kepadanya, ’Kemarilah bersamaku.’ Aku membawanya ke rumahku. Ia menyampaikan kepadaku ciri-ciri kantung itu, tali pengikatnya, dan mutiara yang berada di dalamnya. Maka, aku mengeluarkan kantong itu dan mengembalikan kepadanya. Ia menyerahkan 500 dinar kepadaku, tetapi aku tidak mahu mengambilnya. Aku berkata, ‘Aku harus mengembalikannya kepadamu, dan tidak akan mengambil upah.’ Ia berkata kepadaku, ”Kamu harus menerimanya.” Ia terus mendesakku, tetapi aku tetap menolaknya. Maka, iapun meninggalkanku dan pergi.
Selanjutnya, aku pergi meninggalkan kota Mekah. Aku mengharungi lautan. Tiba-tiba, perahu kami pecah, dan para penumpangnya tenggelam. Harta mereka musnah. Aku selamat dengan berpegangan pada pecahan kayu perahu tersebut. Aku terombang-ambing di lautan untuk beberapa waktu, tanpa tahu kemana air akan membawaku. Aku terdampar di sebuah pulau yang ada penduduknya. Aku singgah di sebuah masjid. Orang-orang mendengarku membaca Al-Qur’an. Semua orang yang tinggal di pulau tersebut mendatangiku dan berkata, “ Ajarilah aku membaca Al-Qur’an.” Maka, aku pun mendapatkan banyak harta dari mereka.
Di masjid itu aku melihat beberapa lembar kertas mushaf. Aku pun mengambil dan membacanya. Orang-orang bertanya kepadaku, ”Anda bisa menulis?” ‘Ya,’ jawabku. Mereka berkata, “Ajarilah kami menulis.” Maka, mereka datang membawa anak-anak mereka, baik yang masih kecil mahupun para pemudanya. Aku pun mengajari mereka, dan aku mendapatkan imbalan harta yang melimpah. Setelah itu, mereka berkata kepadaku, “Disini ada seorang anak perempuan yatim. Ia memiliki banyak harta, dan kami ingin Anda menikahinya.” Aku menolak, namun mereka berkata,”Ini harus!” Mereka terus memaksaku, dan akhirnya akupun mengiyakannya.
Ketika mereka membawanya kepadaku, mataku terbelalak melihatnya. Aku melihat sebuah kalung tergantung di lehernya. Aku terpaku memandanginya. Mereka berkata, ”Wahai Syaikh, Anda telah mematahkan hati wanita yatim ini dengan pandanganmu kepada kalung itu. Mengapa Anda memandangnya seperti itu?” Aku pun menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah kutemukan dulu kepada mereka. Mereka terperanjat, lalu mengucapkan takbir dan tahlil, hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau. Aku bertanya ‘Ada apa dengan kalian?’ Mereka menjawab, “Syaikh, yang memiliki kalung itu adalah ayah wanita ini. Ia pernah mengatakan, “Aku belum pernah menemukan seorang muslim sejati di dunia ini, selain orang yang telah mengembalikan kalungku ini kepadaku.” Lalu, dia berdoa, ”Ya allah, kumpulkanlah ia denganku, sehingga aku dapat menikahkannya dengan putriku.” Dan sekarang hal itu telah terjadi!.
Aku tinggal di pulau itu, dan aku dikurniakani dua orang anak. Setelah wanita itu wafat, aku mewarisi kalung tersebut bersama kedua anakku. Lalu, kedua anakku pun wafat, sehingga kalung itu menjadi milikku. Aku menjualnya seharga 100.000 dinar. Harta yang kalian lihat bersamaku ini adalah sisa-sisa dari harta tersebut.”
Sumber : Shafahat min Shabril ‘Ulama’ Karangan Syaikh Abdul Fatah Abu Ghuddah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment