Monday, 3 October 2016

MAULANA RUMI DAN BOTOL MINUMANNYA


Suatu malam, Maulana Jalaluddin Rumi mengundang Syamsuddin Tabrizi ke rumahnya. Mursyid Syamsuddin yang merupakan wali Allah pun menerima undangan itu dan datang ke kediaman Maulana. Setelah semua hidangan makan malam siap, Syams berkata pada Rumi;

“Apakah kau boleh menyediakan minuman untukku?”. (yang dimaksud : arak / khamr)

“Di waktu malam seperti ini, dari mana aku boleh mendapatkan arak?”.

“Perintahkan salah satu pembantumu untuk membelinya”.

“Kehormatanku di hadapan para pembantuku akan hilang”.

“Kalau begitu, kau sendiri pergi keluar untuk membeli minuman”.

“Seluruh kota mengenalku. Bagaimana boleh aku keluar membeli minuman?”.

“Kalau kau memang muridku, kau harus menyediakan apa yang aku inginkan. Tanpa minum, malam ini aku tidak akan makan, tidak akan berbincang, dan tidak boleh tidur”.

Kerana kecintaan pada gurunya Syeikh Syamsuddin, akhirnya Maulana memakai jubahnya, menyembunyikan botol di balik jubah itu dan berjalan ke arah perkampungan kaum Nasrani/Kristian.

Sampai sebelum beliau masuk ke perkampungan tersebut, tidak ada yang bersangka buruk terhadapnya, namun begitu beliau masuk ke pemukiman kaum Nasrani, beberapa orang terkejut dan akhirnya mengekorinya dari belakang.

Mereka melihat Rumi masuk ke sebuah kedai arak. Ia terlihat mengisikan botol minuman kemudian dia sembunyikan lagi di balik jubah lalu keluar.

Setelah itu diikuti terus oleh orang-orang yang jumlahnya bertambah banyak. Hingga sampailah Maulana di depan masjid tempat ia menjadi imam bagi masyarakat kota.

Tiba-tiba salah seorang yang mengikutinya tadi berteriak; “Wahai manusia, Syeikh Jalaluddin yang setiap hari jadi imam shalat kalian baru saja pergi ke perkampungan Nasrani dan membeli minuman keras!!!”.

Orang itu berkata begitu sambil menyingkap jubah Maulana. Khalayak melihat botol yang dipegang Maulana. “Orang yang mengaku ahli zuhud dan kalian menjadi pengikutnya ini membeli arak dan akan dibawa pulang!!!”, orang itu menambahkan siarannya.

Orang-orang bergantian meludahi muka Maulana dan memukulinya hingga serban yang ada di kepalanya terperosok ke leher.

Melihat Rumi yang hanya diam saja tanpa melakukan pembelaan, orang-orang semakin yakin bahwa selama ini mereka ditipu oleh kebohongan Rumi tentang zuhud dan takwa yang diajarkannya. Mereka tidak kasihan lagi untuk terus menghajar Rumi hingga ada juga yang berniat membunuhnya.

Tiba-tiba terdengarlah suara Syamsuddin Tabrizi; “Wahai orang-orang tak tahu malu. Kalian telah menuduh seorang alim dan faqih dengan tuduhan minum arak, ketahuilah bahwa yang ada di botol itu adalah cuka untuk bahan masakan. Seseorang dari mereka masih mengelak".

“Ini bukan cuka, ini arak”. Syamsuddin mengambil botol dan membuka tutupnya. Dia menitiskan isi botol di tangan orang-orang agar menciumnya. Mereka terkejut kerana yang ada di botol itu memang cuka. Mereka memukuli kepala mereka sendiri dan bersimpuh di kaki Maulana. Mereka berdesakan untuk meminta maaf dan menciumi tangan Maulana hingga perlahan-perlahan mereka pergi satu demi satu.

Rumi berkata pada Syeikh Syamsuddin , “Malam ini kau membuatku terjerumus dalam masalah besar sampai aku harus menodai kehormatan dan nama baikku sendiri. Apa maksud semua ini?”.

“Agar kau mengerti bahwa wibawa yang kau banggakan ini hanya khayalan semata. Kau fikir penghormatan orang-orang awam seperti mereka ini sesuatu yang abadi? Padahal kau lihat sendiri, hanya kerana dugaan satu botol minuman saja semua penghormatan itu dilupakan dan mereka mula meludahimu, memukuli kepalamu dan hampir saja membunuhmu. Inilah kebanggaan yang selama ini kau perjuangkan dan akhirnya lenyap dalam sesaat.

Maka bersandarlah pada yang tidak tergoyahkan oleh waktu dan tidak terpatahkan oleh perubahan zaman.

Demikian adalah salah satu bentuk pentarbishan hati yang diterima oleh Maulana Jalaluddin Rumi dari gurunya sehingga beliau menjadi orang yang sangat tinggi kedudukannya disisi Allah. 

Pelajaran untuk kita ialah tidak mudah untuk berburuk sangka dan begitu melulu menuduh orang lain dengan sesuatu kejahatan kerana agama telah kita mengajarkan saluran yang lebih mulia dan tinggi dalam berinteraksi dengan manusia.

(Dari kumpulan kisah Maulana Jalaluddin Rumi)

No comments:

Post a Comment