Thursday, 16 February 2017
TIADA MAKSUD SELAIN ALLAH
"Aku telah mendapat pelajaran mengenai keyakinan yang tulus dari seorang tukang cukur", Junaid merenungi dan setelah itu ia pun berkisah sebagai berikut;
Suatu ketika sewaktu aku berada di Mekkah, aku lihat seorang tukang cukur sedang menggunting rambut seseorang. Aku berkata kepadanya: "Jika kerana Allah, bersediakah engkau mencukur rambutku?"
"Aku bersedia", jawab si tukang cukur. Ia segera menghentikan pekerjaannya dan berkata kepada langganannya itu: "Berdirilah, apabila nama Allah diucapkan, hal-hal yang lain harus ditunda".
Ia menyuruhku duduk. Diciumnya kepalaku dan dicukurnya rambutku. Setelah selesai ia memberikan kepadaku segumpal kertas yang berisi beberapa keping mata wang.
"Gunakanlah wang ini untuk keperluanmu", katanya kepadaku.
Aku pun lalu bertekad bahwa hadiah yang pertama sekali aku peroleh sejak saat itu akan aku serahkan kepada si tukang cukur tersebut. Tak lama kemudian aku menerima sekantong wang emas dari Bashrah. Wang ini aku berikan kepada tukang cukur itu.
"Apakah ini?" ia bertanya kepadaku.
''Aku telah bertekad", aku menjelaskan. "hadiah yang pertama sekali aku peroleh akan aku berikan kepadamu. Wang itu baru saja aku terima".
Tetapi si tukang cukur menjawab:
"Tidakkah engkau malu kepada Allah? Engkau telah mengatakan kepadaku: 'Demi Allah cukurlah rambutku', tetapi kemudian engkau memberi hadiah kepadaku. Pernahkah engkau menjumpai seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan demi Allah dan meminta bayaran?".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
BURUK SANGKA
Ketika Junaid sedang berkhutbah, salah seorang pendengarnya bangkit dan mulai mengemis.
"Orang ini cukup sihat", Junaid berkata di dalam hati. "Ia dapat mencari nafkah. Tetapi mengapa ia mengemis dan menghinakan dirinya seperti ini?"
Malam itu Junaid bermimpi, di depannya tersaji makanan yang tertutup tudung.
"Makanlah!", sebuah suara memerintah Junaid.
Ketika Junaid mengangkat tudung itu, terlihatlah olehnya si pengemis terkapar mati di atas piring.
"Aku tidak mahu memakan daging manusia", Junaid menolak.
"Tetapi bukankah itu yang engkau lakukan kemarin ketika berada di dalam masjid?"
Junaid segera menyedari bahwa ia bersalah kerana telah berbuat fitnah di dalam hatinya dan oleh kerana itu ia dihukum.
"Aku tersentak dalam keadaan takut", Junaid mengisahkan. "Aku segera bersuci dan, melakukan solat sunnat dua raka'at. Setelah itu aku pergi keluar mencari si pengemis. Aku dapatkan ia sedang berada di tepi sungai Tigris. Ia sedang memunguti sisa-sisa sayuran yang dicuci di situ dan memakannya. Si pengemis mengangkat kepala dan terlihatlah olehnya aku yang sedang menghampirinya. Maka bertanyalah ia kepadaku: 'Junaid, sudahkah engkau bertaubat kerana telah bersangka buruk terhadapku?' Sudah', jawabku. 'Jika demikian pergilah dari sini. Dialah Yang Menerima taubat hamba-hambaNya. Dan jagalah fikiranmu' ".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
REDHA DENGAN TAKDIR ALLAH
Abu 'Utsman Al Hiri berkata: "Selama empat puluh tahun, betapa pun keadaan yang ditakdirkan Allah kepadaku, tidak pernah aku sesali, dan betapa pun Ia merubah keadaanku, tidak pernah membuatku marah".
Kisah berikut ini merupakan bukti kebenaran kata-kata Abu 'Utsman di atas. Seseorang yang tidak mempercayai kata-kata Abu 'Utsman mengirimkan sebuah undangan kepadanya. Undangan itu diterima oleh Abu 'Utsman, maka ia pun pergilah ke rumah orang itu. Tetapi sesampainya di sana orang itu berteriak kepadanya: "Wahai manusia rakus! Di sini tidak ada makanan untukmu. Pulang sajalah."
Abu 'Utsman berganjak meninggalkan tempat itu tetapi belum jauh ia melangkah orang tadi berteriak memanggilnya: "Syeikh, kemarilah!"
Abu 'Utsman berbalik tetapi orang itu terus mengusirnya: "Engkau sangat rakus. Tidak pernah merasa cukup. Pergilah dari sini!".
Si syeikh pun pergi meninggalkan tempat itu. Orang itu memanggilnya lagi dan Abu 'Utsman pun menghampirinya pula. "Makanlah batu atau pulang sajalah!"
Sekali lagi Abu 'Utsman berganjak pergi. Tiga puluh kali orang itu memanggil dan mengusirnya, dan tiga puluh kali pula syeikh Abu 'Utsman datang dan pergi tanpa sedikit pun menunjukkan kejengkelan hatinya. Akhirnya orang itu berlutut di depan Abu 'Utsman, dengan air mata bercucuran ia meminta maaf kepadanya, dan sejak itu ia menjadi murid Abu 'Utsman.
"Engkau benar-benar seorang manusia yang sangat kukuh!", katanya kepada Abu 'Utsman. "Tiga puluh kali engkau kuusir dengan kasar tetapi sedikit pun engkau tidak menunjukkan kemengkalan hatimu".
Abu 'Utsman menjawab: "Hal itu adalah pekara remeh. Anjing-anjing juga berbuat seperti itu. Apabila anjing-anjing itu engkau usir mereka pun pergi dan apabila engkau panggil mereka pun datang tanpa sedikit pun menunjukkan rasa jengkel. Sesuatu hal yang dapat dilakukan anjing, sama sekali tidak ada ertinya. Lain halnya dengan perjuangan manusia".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
KHUTBAH ASY SYIBLI
Syeikh Abu Bakar Asy-Syibli sedang berkhutbah ketika Syeikh Hussein Ab Nuri masuk dan berdiri di sisinya.
"Sejahteralah engkau wahai Abu Bakar!" Nuri mengucap salam kepada Syibli.
"Semoga engkau pun memperoleh sejahtera, wahai pemimpin di antara manusia-manusia yang murah hati", Syibli membalas salamnya.
Nuri berkata: "Allah Yang Maha Besar tidak senang terhadap seorang berilmu yang mengajarkan ilmunya sedang ia sendiri tidak melaksanakannya. Jika engkau melaksanakan hal-hal yang engkau ajarkan ini tetaplah di atas mimbar itu. Jika tidak, turunlah". Syibli merenung. Ternyata ia sendiri tidak melaksanakan hal-hal yang dikhutbahkannya itu. Oleh kerana itu ia pun turun dari atas mimbar itu. Selama empat bulan ia mengunci diri dan tidak pernah keluar dari rumahnya. Kemudian dengan berbondong-bondong orang mendatangi Syibli, membawa dan menyuruhnya berbicara di atas mimbar. Hal ini terdengar oleh Nuri dan ia pun segera ke tempat itu.
"Abu Bakar", Nuri berseru kepada Syibli. "Engkau menyembunyikan kebenaran dari mereka, jadi wajarlah apabila mereka menyuruhmu berbicara di atas mimbar. Aku sendiri dengan setulus hati telah mencuba menasehati mereka tetapi mereka mengusirku dengan lontaran batu dan melemparkanku ke tempat sampah".
"Wahai pemimpin di antara manusia-manusia yang murah hati, apakah nasehat yang hendak kau sampaikan itu dan apakah kebenaran yang aku sembunyikan itu?" Syibli bertanya kepada Nuri.
"Nasehatku", Nuri menjawab, "biarkanlah manusia pergi kepada Tuhannya, Rahsia yang engkau sembunyikan adalah bahwa engkau menjadi sebuah tirai yang memisahkan Allah dari manusia. Siapakah engkau ini sebenarnya sehingga engkau menjadi perantaraan di antara Allah dengan ummat manusia sedangkan menurut pandanganku engkau belum patut dimuliakan seperti itu?"
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
TIADA YANG WUJUD SELAIN ALLAH
Pada suatu hari Abu Hussain An Nuri melihat seseorang yang sedang solat sambil memutar-mutar kumisnya.
"Janganlah engkau sentuh kumis Allah", Nuri mengherdiknya.
Seruan itu dilaporkan orang itu kepada khalifah. Ahli-ahli hukum sudah sepakat bahwa ucapan seperti itu, berarti Nuri telah tergelincir ke dalam kekafiran. Oleh kerana itu Nuri dihadapkan kepada khalifah.
"Benarkah engkau telah mengucapkan kata-kata seperti itu?", tanya khalifah.
"Benar", jawab Nuri.
"Mengapa engkau berkata demikian?", tanya khalifah lagi. "Siapakah yang memiliki hamba Allah?", Nuri balik bertanya kepada khalifah.
"Allah", jawab khalifah.
"Siapakah yang memiliki kumis hamba-Nya itu?", Nuri melanjutkan.
"Dia yang memiliki si hamba", jawab khalifah.
Di kemudian hari khalifah berkata: "Aku bersyukur kepada Allah kerana Dia telah mencegahku untuk membinasakan Nuri".
"Di kejauhan yang tak terlihat, nampaklah olehku sebuah cahaya", Nuri berkata, "aku terus menatapnya hingga aku sendirilah yang menjadi cahaya itu".
Pada suatu hari Junaid pergi mengunjungi Nuri. Sesampainya di rumah Nuri, Nuri menyambut kedatangannya dengan merebahkan diri di depan Junaid. Kemudian Nuri mengeluh kerana dia telah diperlakukan secara tidak adil.
"Perjuanganmu semakin berat, sedangkan engkau sudah kehabisan tenaga. Selama tiga puluh tahun ini, apabila Dia ada maka aku pun tiada, dan apabila aku ada, maka Dia pun tiada. Ada-Nya adalah tiadaku. Semua permohonan-permohonanku dijawab-Nya dengan 'Aku sajalah yang ada, atau engkau saja' ".
Junaid berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Saksikanlah oleh kalian seorang manusia yang telah mengalami percubaan yang sedemikian beratnya dan telah bingung dibuat Allah".
Kemudian Junaid berpaling kepada Nuri dan berkata: "Memang begitulah seharusnya. Dia tertutup oleh engkau.
Apabila Ia terlihat melalui engkau maka engkau menjadi tiada dan segala yang ada adalah Dia".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
Sunday, 5 February 2017
BANTAL ABU YAZID AL BUSTHAMI
Dzun Nun Al Misri mengirim sebuah sajadah kepada Abu Yazid Al Busthami. Tetapi Abu Yazid mengembalikannya kepada Dzun Nun sambil berpesan: "Apakah perlu aku dengan sebuah sajadah? Kirimkanlah sebuah bantal sebagai tempatku bersandar". Dengan ucapan tersebut Abu Yazid ingin mengatakan bahwa ia telah berhasil mencapai tujuan.
Maka Dzun Nun mengirimkan sebuah bantal yang empuk. Tetapi bantal itu pun dikembalikan Abu Yazid kerana pada saat itu ia telah bertaubat dan tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang. Mengenai perbuatannya ini Abu Yazid mengatakan: "Manusia yang berbantalkan kurnia dan kasih Allah tidak memerlukan bantal dari salah seorang di antara hamba-Nya".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar
KEMARAHAN HATIM AL ASAMM
"Berkali-kali ia mengambil daganganku, kemudian memakannya dan tidak mau membayar".
Hatim segera menengahi: "Tuan, bermurah hatilah!" "Aku tak sudi bermurah hati. Yang aku inginkan adalah wangku sendiri", jawab si pedagang.
Segala pujukan Hatim tidak ada gunanya. Hatim menjadi marah, dilepaskannya jubahnya dan dengan disaksikan orang banyak dihamparkannya jubah itu ke atas tanah. Jubah itu penuh dengan wang emas, semuanya asli, tidak ada yang palsu.
"Ayo, ambillah wang ini sejumlah yang menjadi hakmu," kata Hatim. Awas, jangan ambil lebih daripada itu, jika tidak ingin tanganmu akan terkena penyakit sampar".
Si pedagang mengambil wang sejumlah yang menjadi haknya. Tetapi ia tidak dapat menahan diri, sekali lagi diulurkannya tangannya hendak mengambil lebih banyak, tetapi seketika itu juga tangannya terkena penyakit sampar.
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar
KEMATIAN MA'RUF AL KARKHI
Pada suatu hari beberapa orang Syi'ah memecahkan pintu rumah Riza dan menyerang Ma'ruf al karkhi sehingga tulang rusuknya patah. Ma'ruf terbaring dalam keadaan yang sangat mencemaskan.
Sari as-Saqathi berkata kepada Ma'ruf. "Sampaikanlah wasiat-mu yang terakhir"
Ma'ruf berkata: "Apabila aku mati, lepaskanlah pakaianku dan sedekahkanlah. Aku ingin meninggalkan dunia ini dalam keadaan telanjang seperti ketika aku dilahirkan dari rahim ibuku".
Ketika Ma'ruf meninggal, prikemanusiaan dan kerendahan hatinya sedemikian mulia sehingga semua kaum, baik yang beragama Yahudi, Kristian, maupun Islam mengakuinya sebagai salah seorang di antara mereka.
Muridnya menyampaikan bahwa Ma'ruf pernah berpesan: "Jika ada suatu kaum yang dapat mengangkat peti matiku nanti, maka aku adalah salah seorang di antara mereka".
Kemudian ternyatalah bahwa orang-orang Kristian tidak dapat mengangkat peti matinya. Begitu pula dengan orang-orang Yahudi. Ketika tiba giliran orang-orang Muslim ternyata mereka berhasil. Kemudian mereka mensolatkan jenazah dan menguburnya di tempat itu juga.
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar
MALU KEPADA ALLAH
Ma'ruf al karkhi mempunyai seorang bapa saudara yang menjadi gabenor di suatu kota. Pada suatu hari ketika bapa saudaranya melalui di sebuah padang, ia melihat Ma'ruf sedang makan roti. Di depan Ma'ruf ada seekor anjing. Secara berganti-ganti Ma'ruf memasukkan sekerat roti ke mulutnya sendiri dan ke mulut anjing itu. Menyaksikan perbuatannya itu bapa saudaranya berseru:
"Tidak malukah engkau memakan roti bersama-sama dengan seekor anjing?".
Ma'ruf menjawab. "Kerana mempunyai rasa malulah aku memberikan roti kepada yang miskin".
Kemudian Ma'ruf menengadahkan kepalanya dan memanggil seekor burung yang sedang terbang di angkasa. Si burung hinggap di tangannya, sedang sayap-sayapnya menutupi kepala dan mata Ma'ruf. Setelah itu Ma'ruf berkata kepada bapa saudaranya:
"Jika seseorang malu terhadap Allah, maka segala sesuatu akan malu terhadap dirinya".
Mendengar kata-kata ini bapa saudaranya terdiam dan tidak dapat berkata apa-apa.
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar
PENGHORMATAN KELDAI KEPADA BISYR AL HARITH
Diriwayatkan bahwa selama Bisyr masih hidup, tidak ada keldai yang membuang kotorannya di jalan-jalan kota Baghdad kerana menghormati Bisyr yang berjalan dengan kaki ayam. Pada suatu malam seorang lelaki melihat keldai yang dibawanya membuang kotoran di atas jalan. Maka berserulah ia: "Wahai, Bisyr telah tiada!".
Mendengar seruan itu, orang-orang pun pergi menyelidiki. Ternyata kata-katanya itu terbukti kebenarannya. Lalu kepadanya ditanyakan bagaimana ia dapat tahu bahwa Bisyr telah meninggal dunia.
"Kerana selama Bisyr masih hidup, tidak pernah ada kotoran keldai terlihat di jalan-jalan kota Baghdad. Tadi aku melihat bahwa kenyataan itu telah berubah, maka tahulah aku bahwa Bisyr telah tiada".
Sumber : Kitab Tazkiratul Auliya Karangan Syeikh Fariddudin Attar.
Subscribe to:
Posts (Atom)