Saturday, 31 May 2014
BAHANA PENYAIR MENUNDA TAUBAT
A'sya bin Qais, namanya. Walau pun matanya buta, namun syairnya memukau setiap orang yang mendengarnya. Kerana kelebihannya di bidang dalam bersyair, dirinya mendapat gelar ‘Shannajatul Arab'; Biola bangsa Arab.
Dalam tradisi arab dahulu, kedudukan suatu kaum ditentukan oleh dua hal: penyair dan pahlawan yang ulung. Kerana alasan inilah, A'sya mendapatkan kedudukan di mata orang-orang sekitarnya. Walau bagaimanapun, ada kebiasaan jelek pada dirinya. Suka main wanita, tukar ganti pasangan, suka minum, dan juga suka judi.
Suatu ketika, ia mendengar ada seorang lelaki yang mengaku nabi. Seorang yang sangat dipercaya. Tidak punya cela. Semakin hari, namanya semakin dikenal di seluruh penjuru tanah Arab. Hampir semua orang membicarakannya. Hanya saja, ia tidak jarang mendengar isu-isu negatif yang berkaitan dengan lelaki tersebut. Ia semakin teruja. Semenjak itu, ia bertekad untuk menemui lelaki yang menjadi buah bibir bangsa arab itu. Ia ingin bergabung dalam barisannya, kalau ia betul-betul nabi.
Dengan menunggangi unta, A'sya bertolak menuju Mekah. Lalu ke Madinah. Tidak mudah untuk ke sana. Medannya berat. Ditambah lagi, cuaca gurun yang sangat panas. Memang, A'sya betul-betul telah nekad.
Ternyata, perjalanan A'sya bin Qais, biola bangsa arab itu, untuk menemui Muhammad tercium oleh orang-orang arab di Makkah. Tentu, ini sangat berbahaya. Seandainya ia benar-benar mengikuti ajaran Muhammad, habislah sudah. Ia akan gunakan kemampuannya untuk menyebarkan ajarannya yang baru. Kalau itu terjadi, seluruh bangsa arab pasti akan mengikuti Muhammad. Ini tidak boleh dibiarkan. Apa lagi belum lama berlalu diadakan perjanjian Hudaibiyah, kesepatakan damai, antara bangsa arab di Makkah dengan Muhammad.
Seketika itu Abu Sufyan bin Harb menemui A'sya bin Qais.
"Hai A'sya, kamu mahu kemana?" tanya Abu Sufyan.
A'sya menjawab,"Aku ingin menemui Muhammad."
"Kamu tahu, kalau dia melarang pengikutnya meminum arak, berbuat zina dan bermain judi," kata Abu Sufyan, menakut-nakuti A'sya. Abu Sufyan tahu bahwa arak, bermain wanita dan judi telah mendarah daging dalam diri A'sya.
"Kalau masalah zina, ia telah meninggalkanku. Walau aku belum meninggalkannya. Kalau arak (tuak) hasratku dengannya telah terpenuhi. Sedangkan untuk judi, semoga saja aku boleh mendapatkan gantinya," ujar A'sya,. Tidak tergerak sedikit pun.
Abu Sufyan tidak putus asa. "Aku ada tawaran istimewa untukmu, kalau kamu mahu?" Abu Sufyan cuba menggodanya.
"Apa yang kamu tawarkan?" balas A'sya.
"Begini, kami telah mengikat perjanjian dengan Muhammad. Maka, sebaiknya engkau kembali saja untuk tahun ini dan kamu akan mendapatkan seratus unta merah. Seandainya Muhammad beruntung, kamu boleh menemuinya setelah itu. Akan tetapi, bila kami yang beruntung, dirimu sudah mendapatkan ganti rugi dari perjalananmu kali ini," Abu Sufyan menawarkan sesuatu yang menarik.
Unta merah adalah unta terbaik pada masa itu. Kendaraan mewah untuk ukuran sekarang. Apa lagi seratus ekor. Hanya dengan menunda perjalanan hingga tahun depan, ia akan mendapatkan kekayaan.
Rupanya A'sya mulai tergoda. "Aku belum yakin," kata A'sya.
Dengan serta merta Abu Sufyan mengajak A'sya ke rumahnya. Sesampainya mereka disana, Abu Sufyan mengumpulkan para sahabatnya. "Kawan-kawan bangsa Quraisy, ini adalah A'sya. Seandainya ia jadi bergabung bersama Muhammad, akibatnya bisa membahayakan kalian semua selaku bangsa arab. Oleh kerana itu, kumpulkan seratus unta merah!"
Kawan-kawan Abu Sufyan segera mengumpulkan seratus unta yang diminta oleh pemimpin mereka. Setelah terkumpul, semuanya diberikan kepada A'sya. Bersamaan dengan itu A'sya semakin tergoda. Apalagi ketika unta-unta mereka itu diserahkan. Akhirnya, ia pun mengambil keputusan menangguhkan perjalanannya untuk menemui Muhammad.
Hati A'sya, sang biola bangsa arab, hatinya pun berbunga-bunga. Rezeki terpijak, pikirnya. Hanya saja itu semua tidak berlangsung lama. Ketika sampai di Yamamah, ia jatuh dari untanya. Tidak hanya sampai di situ. Begitu A'sya terjatuh, unta itu menginjakkan kakinya ke tubuh lelaki itu. A'sya pun menghembuskan nafas terakhirnya hingga belum sempat menikmati kekayaan yang ia terima.
Godaan di tengah jalan seringkali melalaikan seseorang dari tujuan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment